Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan . Jika tes membutuhkan darah atau plasma, spesimen harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang berisi antikoagulan. Spesimen-antikoagulan harus dicampur segera setelah pengambilan spesimen untuk mencegah pembentukan microclot. Pencampuran yang lembut sangat penting untuk mencegah hemolisis.
Ada berbagai jenis antikoagulan, masing-masing digunakan dalam jenis pemeriksaan tertentu.
EDTA ( ethylene diamine tetra acetic acid)
Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium (kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. EDTA memiliki keunggulan disbanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit, apusan darah, dsb.
EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi 1 - 1,5 mg/ml darah. Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi, trombosit membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan ke dalam tabung, segera lakukan pencampuran/homogenisasi dengan cara membolak-balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk menghindari penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah.
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for Standardization in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute).
Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan tutup lavender (purple) atau pink seperti yang diproduksi oleh Becton Dickinson.
Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7 •2 H2O )
Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium. Trisodium sitrat dihidrat 3.2% buffered natrium sitrat (109 mmol/L) direkomendasikan untuk pengujian koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah 1 bagian citrate + 9 bagian darah. Secara komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam bentuk tabung hampa udara dengan tutup berwarna biru terang.
Spesimen harus segera dicampur segera setelah pengambilan untuk mencegah aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolak-balikkan tabung sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena pencampuran yang terlalu kuat dan berkali-kali (lebih dari 5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan mempersingkat waktu pembekuan.
Darah sitrat harus segera dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm dan dianalisa maksimal 2 jam setelah sampling.
Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan erythrocyte sedimentation rate (ESR) atau KED/LED cara Westergreen. Penggunaannya adalah 1 bagian sitrat + 4 bagian darah.
Heparin
Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga macam heparin: ammonium heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Dari ketiga macam heparin tersebut, lithium heparin paling banyak digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion dalam darah.
Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur sel, OFT (osmotic fragility test). Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15IU/mL +/- 2.5IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah. Heparin tidak dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan latar belakang biru.
Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen harus segera dihomogenisasi 6 kali dan dicentrifuge 1300-2000 rpm selama 10 menit kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu maksimal 2 jam setelah sampling.
Oksalat
•Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9 bagian darah. Biasanya digunakan untuk pembuatan adsorb plasma dalam pemeriksaan hemostasis.
•Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada pemeriksaan glukosa. Kalium oksalat berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara menghambat kerja enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar glukosa darah stabil.
Kamis, 05 Mei 2011
macam-macam reagen hematologi
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah, dan penyakitnya. Pengujian yang sering dilakukan untuk menyelidiki masalah hematologi terdiri dari : Hitung darah lengkap, film darah, biopsi jaringan tulang.
Reagen untuk pemeriksaan darah rutin
1). Turk (untuk hitung leukosit)
Terdiri dari : 0,5 ml Asam asetat (asam cuka) glasial
1 ml kristal violet 1 %
100 ml Aquadest
Cara kerja :
• Buat larutan kristal violet 1% : 1 gr Kristal violet dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Ke dalam 100 ml aquadest dalam gelas kimia, tambahkan dengan pipet 0,5 ml asam asetat glasial dan 1 ml larutan kristal violet diatas.
2). Hayem ( Untuk hitung eritrosit)
Terdiri dari : 1 gr NaCl (natrium chlorida/sodium chlorida)
0,5 gr HgCl2 (sublimat/mercury chlorida)
5 gr Na2SO4 ( natrium sulfat/sodium sulfat)
200 ml aquadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia 250 ml.
• Tambahkan 200 ml aquadest sedikit demi sedikit, larutkan sampai semua zat terlarut, kemudian tepatkan sampai 200 ml.
3). BCB (untuk hitung retikulosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Brilliant Cressyl Blue
9,9 ml NaCl fisiologis (0,85 – 0,9 %)
Cara Kerja :
• Buat NaCl fisiologis dengan cara menimbang 0,85 gr NaCl dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Timbang 0,1 gr BCB, larutkan dalam 9,9 ml NaCl fisiologis diatas.
4). Reiss Ecker (untuk hitung trombosit)
Terrdiri dari : 3,8 gr Natrium sitrat
0,1 gr BCB
0,2 ml Formalin
100 ml aquadest
Cara kerja :
• Timbang Natrium sitrat dan BCB, masukan kedalam gelas kimia.
• Masukan 100 ml aquadest sedikit-sedikit sampai diaduk sampai semua zat larut.
• Dengan pipet ukur masukan 0,2 ml Formalin.
• Aduk rata, saring sebelum digunakan.
5). HCl 0,1 (untuk Hemoglobin)
Cara Kerja :
• Ukur 1000 ml akuadest, masukan kedalam gelas kimia.
• Pipet (jangan di hisap!) 8,3 ml HCl pekat (12 N) Masukan kedalam akuadest diatas, aduk rata.
• Kerjakan diruang asam.
6). Giemsa & Wright (untuk diff count/macam leukosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Giemsa stain
0,9 gr Wright stain
291 ml methanol (metil alkohol)
9 ml Glycerin (glicerol)
Cara Kerja :
• Timbang Giemsa stain dan Wright stain, masukkan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dalam methanol sedikit demi sedikit.
• Pipet 9 ml glycerol, tambahkan kedalamnya.
• Pindahkan semua larutan dan zat kedalam botol.
• Simpan di waterbath (penagas air) suhu 370C selama 1 bulan 1 jam sebelum digunakan.
Buffer Wright (pH 6,4) untuk mengencerkan.
Terdiri dari : 6,63 gr KH2PO4 (Kalium dihidrogen sulfat)
2,56 gr Na2HPO4 (dinatrium hirogen fosfat)
1000 ml akuadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia
• Larutkan dengan akuadest sedikit-sedikit sampai larut.
7). EDTA 10 % (Untuk anti koagulan)
Cara kerja :
• Timbang 10 gr EDTA (titriplex III), masukan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dengan Akuadest sampai 100ml.
8). Von Dungern (untuk hitung eosinofil)
Terdiri dari : 8 ml Akuadest
1 ml aceton
1 ml eosin 1%
Cara kerja :
• Buat larutan eosin 1% ( timbang 1 gr eosin dilarutkan dengan 100ml akuadest).
• Kedalam gelas kimia, masukan berturut-turut dengan menggunakan pipet, aquadest, aceton, dan larutan eosin.
• Aduk sampai tercampur sempurna, simpan di lemari es.
Reagen untuk pemeriksaan darah rutin
1). Turk (untuk hitung leukosit)
Terdiri dari : 0,5 ml Asam asetat (asam cuka) glasial
1 ml kristal violet 1 %
100 ml Aquadest
Cara kerja :
• Buat larutan kristal violet 1% : 1 gr Kristal violet dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Ke dalam 100 ml aquadest dalam gelas kimia, tambahkan dengan pipet 0,5 ml asam asetat glasial dan 1 ml larutan kristal violet diatas.
2). Hayem ( Untuk hitung eritrosit)
Terdiri dari : 1 gr NaCl (natrium chlorida/sodium chlorida)
0,5 gr HgCl2 (sublimat/mercury chlorida)
5 gr Na2SO4 ( natrium sulfat/sodium sulfat)
200 ml aquadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia 250 ml.
• Tambahkan 200 ml aquadest sedikit demi sedikit, larutkan sampai semua zat terlarut, kemudian tepatkan sampai 200 ml.
3). BCB (untuk hitung retikulosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Brilliant Cressyl Blue
9,9 ml NaCl fisiologis (0,85 – 0,9 %)
Cara Kerja :
• Buat NaCl fisiologis dengan cara menimbang 0,85 gr NaCl dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Timbang 0,1 gr BCB, larutkan dalam 9,9 ml NaCl fisiologis diatas.
4). Reiss Ecker (untuk hitung trombosit)
Terrdiri dari : 3,8 gr Natrium sitrat
0,1 gr BCB
0,2 ml Formalin
100 ml aquadest
Cara kerja :
• Timbang Natrium sitrat dan BCB, masukan kedalam gelas kimia.
• Masukan 100 ml aquadest sedikit-sedikit sampai diaduk sampai semua zat larut.
• Dengan pipet ukur masukan 0,2 ml Formalin.
• Aduk rata, saring sebelum digunakan.
5). HCl 0,1 (untuk Hemoglobin)
Cara Kerja :
• Ukur 1000 ml akuadest, masukan kedalam gelas kimia.
• Pipet (jangan di hisap!) 8,3 ml HCl pekat (12 N) Masukan kedalam akuadest diatas, aduk rata.
• Kerjakan diruang asam.
6). Giemsa & Wright (untuk diff count/macam leukosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Giemsa stain
0,9 gr Wright stain
291 ml methanol (metil alkohol)
9 ml Glycerin (glicerol)
Cara Kerja :
• Timbang Giemsa stain dan Wright stain, masukkan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dalam methanol sedikit demi sedikit.
• Pipet 9 ml glycerol, tambahkan kedalamnya.
• Pindahkan semua larutan dan zat kedalam botol.
• Simpan di waterbath (penagas air) suhu 370C selama 1 bulan 1 jam sebelum digunakan.
Buffer Wright (pH 6,4) untuk mengencerkan.
Terdiri dari : 6,63 gr KH2PO4 (Kalium dihidrogen sulfat)
2,56 gr Na2HPO4 (dinatrium hirogen fosfat)
1000 ml akuadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia
• Larutkan dengan akuadest sedikit-sedikit sampai larut.
7). EDTA 10 % (Untuk anti koagulan)
Cara kerja :
• Timbang 10 gr EDTA (titriplex III), masukan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dengan Akuadest sampai 100ml.
8). Von Dungern (untuk hitung eosinofil)
Terdiri dari : 8 ml Akuadest
1 ml aceton
1 ml eosin 1%
Cara kerja :
• Buat larutan eosin 1% ( timbang 1 gr eosin dilarutkan dengan 100ml akuadest).
• Kedalam gelas kimia, masukan berturut-turut dengan menggunakan pipet, aquadest, aceton, dan larutan eosin.
• Aduk sampai tercampur sempurna, simpan di lemari es.
kanker serviks
A.PENGERTIAN
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina). Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina).
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. Kanker serviks ini merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks.
Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut.
B.PENYEBAB KANKER SERVIKS
Ada beberapa penyebab yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks,antara lain,adalah:
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar dari pada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2.Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3.Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
C.GEJALA KANKER SERVIKS
• Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding).
• Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
• Perdarahan di luar siklus menstruasi.
• Penurunan berat badan drastis.
• Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung
• Juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
• Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
• Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum).
D.PETUMBUHAN KANKER SERVIKS
Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum menjadi keganasan) penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang berhasil mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk mengatasinya.Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal yang akhirnya dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini memakan waktu antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga positif menjadi kanker serviks.
E.PENCEGAHAN KANKER SERVIKS
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan satu-satunya jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Yaitu dengan cara :
• tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti
• rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual
• dan melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual
• dan tentunya memelihara kesehatan tubuh
F.PENGOBATAN KANKER SERVIKS
Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita kanker serviks biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai stadium 3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti kandung kemih, ginjal, dan lainnya.
Karenanya, operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan erapi tambahan, seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.
Selain mealui jalur pengankatan rahim,untuk menyembuhkan kanker serviks bisa di lakukan dengan proses pengobatan radiasi dan kemoterapi tetepi prosedur penyembuhan ini belum bisa memberi jaminan kesembuhan bagi penderita kanker.Jadi, Lebih baik mencegah daripada mengobati.
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina). Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina).
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. Kanker serviks ini merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks.
Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut.
B.PENYEBAB KANKER SERVIKS
Ada beberapa penyebab yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks,antara lain,adalah:
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar dari pada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2.Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3.Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
C.GEJALA KANKER SERVIKS
• Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding).
• Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
• Perdarahan di luar siklus menstruasi.
• Penurunan berat badan drastis.
• Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung
• Juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
• Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
• Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum).
D.PETUMBUHAN KANKER SERVIKS
Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum menjadi keganasan) penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang berhasil mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk mengatasinya.Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal yang akhirnya dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini memakan waktu antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga positif menjadi kanker serviks.
E.PENCEGAHAN KANKER SERVIKS
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan satu-satunya jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Yaitu dengan cara :
• tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti
• rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual
• dan melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual
• dan tentunya memelihara kesehatan tubuh
F.PENGOBATAN KANKER SERVIKS
Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita kanker serviks biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai stadium 3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti kandung kemih, ginjal, dan lainnya.
Karenanya, operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan erapi tambahan, seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.
Selain mealui jalur pengankatan rahim,untuk menyembuhkan kanker serviks bisa di lakukan dengan proses pengobatan radiasi dan kemoterapi tetepi prosedur penyembuhan ini belum bisa memberi jaminan kesembuhan bagi penderita kanker.Jadi, Lebih baik mencegah daripada mengobati.
pemeriksaan darah vena
PEMERIKSAAN DARAH VENA (VENA MEDIANA CUBITI DAN VENA JUGULARIS SUPERFICIALIS)
Tujuan: untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan kima klinik dan imunoserologi.
Lokasi pengambilan:
• Vena mediana cubiti (dewasa)
• Vena jugularis superficialis
Alat-alat:
• kapas alkohol
• diaspossibel syringe / vacutainer 10cc
• tabung reaksi pyrex 10 cc
• kapas steril
• plester
• ikatan pembendung (torniquet)
Cara kerja:
• bersihkan daerah vena mediana cubiti atau vena jugularis superficialis dengan alkohol 70% dan biarkan hingga mengering.
• pasang ikatan pembendung atau torniquet di atas fossa cubiti,minta pasien untuk mengepalkan dan membuka tangannya beberapa lkali agar pemuluh vena terlihat dengan jelas.Pembendungan vana tidak boleh terlalu kuat.
• Raba-raba dengan jari telunjuk yang sebelumnya telah di basahi dengn alkohol agar steril,raba hingga menemukan vena yang akan di tusuk
• Tegangkan kulit di atas vena dengan tangan kiri aar vena tidak bergerak
• Tusuk kulit dengan jarum atau nald dengan tangan kanan hinga tembus ke pembuluh vena,sekaligus juga minta keada pasien untuk membuka telapak tangannya dengan perlahan-lahan
• Lepasan pembendung setelah pengambilan drah sesuai dengan yang dibutuhkan
• Taruh kapas beralkohol di atas jarum atau nald dan cabut perlahan-lahan
• Mintaakan kepada pasien untuk meekan daerah tusukan setelah pengambilan
• Alirkan darah ke dalan tabung melalui dinding tabung
• Berikan label tanggakl pemeriksan,nama pasien,dan jenis spesimen
• Pengambilan Sampel Darah Vena pada Pasien yang Terpasang Intravena (IV) Lines
Agar dapat diperoleh spesimen darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan peralatan, pemilihan jenis antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan (klik di sini untuk melihat prosedur pengambilan sampel darah).
Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang infus. Jika salah satu lengan terpasang infus, maka pengambilan darah dilakukan pasa lengan yang tidak terpasang infus. Jika kedua lengan terpasang infus, lakukan pengambilan pada vena kaki. Lalu bagaimana jika seluruh akses vena tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel darah? Berikut ini adalah teknik pengambilan sampel darah pada pasien yang terpasang infus atau IV-lines (contoh kasus pasien luka bakar di atas 70%).
Aternatif 1
Jika memungkinkan, lakukan pengambilan darah pada lengan yang tidak terpasang infus.
Alternatif 2
Jika tidak memungkinkan, lakukan pengambilan sampel darah di daerah kaki.
Alternatif 3
Jika tidak ada akses vena di tempat lain, lakukan pengambilan sampel darah pada lengan yang terpasang infus dengan cara :
1. Mintalah perawat untuk menghentikan aliran infus selama minimal 2 menit sebelum pengambilan.
2. Pasang tourniquet pada bagian sebelah bawah jarum infus.
3. Lakukan pengambilan sampel darah pada vena yang berbeda dari yang terpasang infus atau di bagian bawah vena yang terpasang infus.
4. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
5. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Alternatif 4
Jika hanya ada satu saja akses vena di tempat yang terpasang infus, maka :
6. Hentikan aliran infus seperti cara di atas
7. Keluarkan darah dari vena tersebut, buang 2-5 ml pertama, dan tampung aliran sampel darah selanjutnya dalam tabung.
8. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
9. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Perhatian : Pemilihan alternatif 3 dan 4 harus dengan ijin dan pengawasan dokter. Phlebotomis dapat bekerjasama dengan perawat untuk prosedur pengambilan ini.
Tujuan: untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan kima klinik dan imunoserologi.
Lokasi pengambilan:
• Vena mediana cubiti (dewasa)
• Vena jugularis superficialis
Alat-alat:
• kapas alkohol
• diaspossibel syringe / vacutainer 10cc
• tabung reaksi pyrex 10 cc
• kapas steril
• plester
• ikatan pembendung (torniquet)
Cara kerja:
• bersihkan daerah vena mediana cubiti atau vena jugularis superficialis dengan alkohol 70% dan biarkan hingga mengering.
• pasang ikatan pembendung atau torniquet di atas fossa cubiti,minta pasien untuk mengepalkan dan membuka tangannya beberapa lkali agar pemuluh vena terlihat dengan jelas.Pembendungan vana tidak boleh terlalu kuat.
• Raba-raba dengan jari telunjuk yang sebelumnya telah di basahi dengn alkohol agar steril,raba hingga menemukan vena yang akan di tusuk
• Tegangkan kulit di atas vena dengan tangan kiri aar vena tidak bergerak
• Tusuk kulit dengan jarum atau nald dengan tangan kanan hinga tembus ke pembuluh vena,sekaligus juga minta keada pasien untuk membuka telapak tangannya dengan perlahan-lahan
• Lepasan pembendung setelah pengambilan drah sesuai dengan yang dibutuhkan
• Taruh kapas beralkohol di atas jarum atau nald dan cabut perlahan-lahan
• Mintaakan kepada pasien untuk meekan daerah tusukan setelah pengambilan
• Alirkan darah ke dalan tabung melalui dinding tabung
• Berikan label tanggakl pemeriksan,nama pasien,dan jenis spesimen
• Pengambilan Sampel Darah Vena pada Pasien yang Terpasang Intravena (IV) Lines
Agar dapat diperoleh spesimen darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan peralatan, pemilihan jenis antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan (klik di sini untuk melihat prosedur pengambilan sampel darah).
Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang infus. Jika salah satu lengan terpasang infus, maka pengambilan darah dilakukan pasa lengan yang tidak terpasang infus. Jika kedua lengan terpasang infus, lakukan pengambilan pada vena kaki. Lalu bagaimana jika seluruh akses vena tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel darah? Berikut ini adalah teknik pengambilan sampel darah pada pasien yang terpasang infus atau IV-lines (contoh kasus pasien luka bakar di atas 70%).
Aternatif 1
Jika memungkinkan, lakukan pengambilan darah pada lengan yang tidak terpasang infus.
Alternatif 2
Jika tidak memungkinkan, lakukan pengambilan sampel darah di daerah kaki.
Alternatif 3
Jika tidak ada akses vena di tempat lain, lakukan pengambilan sampel darah pada lengan yang terpasang infus dengan cara :
1. Mintalah perawat untuk menghentikan aliran infus selama minimal 2 menit sebelum pengambilan.
2. Pasang tourniquet pada bagian sebelah bawah jarum infus.
3. Lakukan pengambilan sampel darah pada vena yang berbeda dari yang terpasang infus atau di bagian bawah vena yang terpasang infus.
4. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
5. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Alternatif 4
Jika hanya ada satu saja akses vena di tempat yang terpasang infus, maka :
6. Hentikan aliran infus seperti cara di atas
7. Keluarkan darah dari vena tersebut, buang 2-5 ml pertama, dan tampung aliran sampel darah selanjutnya dalam tabung.
8. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
9. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Perhatian : Pemilihan alternatif 3 dan 4 harus dengan ijin dan pengawasan dokter. Phlebotomis dapat bekerjasama dengan perawat untuk prosedur pengambilan ini.
Langganan:
Postingan (Atom)