Spesimen yang telah dikumpulkan harus segera dikirim ke laboratorium.
1. Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing pemeriksaan.
2. Apabila spesimen tidak memenuhi syarat agar diambil / dikirim ulang.
3. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang diisi data yang lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
4. Secepatnya spesimen dikirim ke laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium dapat dilakukan selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan spesimen. Penundaan terlalu lama akan menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan, seperti :
Penurunan kadar natrium ( Na+ ), glukosa darah, angka lekosit, angka trombosit.
Perubahan morfologi sel darah pada pemeriksaan mikroskopik
PPT / APTT memanjang.
Peningkatan kadar kalium ( K+ ), phosphate, LDH, SGPT.
Lisisnya sel pada sample LCS, transudat, eksudat.
Perkembangbiakan bakteri
Penundaan pengiriman sampel urine :
Unsur-unsur yang berbentuk dalam urine (sediment), terutama sel-sel eritrosit, lekosit, sel epitel dan silinder mulai rusak dalam waktu 2 jam.
Urat dan fosfat yang semula larut akan mengendap, sehingga menyulitkan pemeriksaan mikroskopik atas unsur-unsur lain.
Bilirubin dan urobilinogen teroksidasi bila berkepanjangan terkena sinar matahari.
Bakteri-bakteri akan berkembang biak yang akan menyebabkan terganggunya pemeriksaan bakteriologis dan pH.
Jamur akan berkembang biak
Kadar glukosa mungkin menurun dan kalau semula ada, zat-zat keton dapat menghilang.Apabila akan ditunda pengirimannya dalam waktu yang lama spesimen harus disimpan dalam refrigerator/almari es pada suhu 2 – 8 oC paling lama 8 jam.
5. Pengiriman sample sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas khusus yang tebuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang dapat ditutup rapat dan mudah dibawa.
Jumat, 22 Juli 2011
Pengambilan Spesimen
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen adalah :
24. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.
25. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.
Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen tumpah.
Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti berikut :
Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.
Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis.
Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara aseptik
Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.
Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.
Menampung spesimen urin
Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar
Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum mengumpulkan urine untuk diperiksa.
Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :
Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.
Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus merenggangkannya pada waktu kencing.
Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina, sebaiknya memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.
Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan keterangan tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.
Menampung spesimen tinja
Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan colok dubur.
Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.
Menampung spesimen dahakPenting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan ludah atau sekret hidung.
Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan BTA, jangan gunakan wadah yang mengandung bercak lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan penafsiran.
Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.
Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak
Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 – 3 kali kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.
Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan wadah ke mulut.
Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan volume cukup ( 3 – 5 ml )
Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya dikirim ke laboratorium.
Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :
26. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :
Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat
pH menurun, hemokonsentrasi
PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah
27. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun
28. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :
trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang
kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat
29. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :
natrium meningkat pada infus saline
kalium meningkat pada infus KCl
glukosa meningkat pada infus dextrose
PPT, APTT memanjang pada infus heparine.
kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infus
30. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
31. Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase, LDH, fosfatase asam total
24. Tehnik atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada.
25. Cara menampung spesimen dalam wadah/penampung.
Seluruh sampel harus masuk ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi.
Wadah harus dapat ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen tumpah.
Memindahkan spesimen darah dari syringe harus memperhatikan hal-hal seperti berikut :
Darah harus segera dimasukkan dalam tabung setelah sampling.
Lepaskan jarum, alirkan darah lewat dinding tabung perlahan-lahan agar tidak terjadi hemolisis.
Untuk pemeriksaan kultur kuman dan sensitivitas, pemindahan sampel ke dalam media dilakukan dengan cara aseptik
Pastikan jenis antikoagulan dan volume darah yang ditambahkan tidak keliru.
Homogenisasi segera darah yang menggunakan antikoagulan dengan lembut perlahan-lahan. Jangan mengkocok tabung keras-keras agar tidak hemolisis.
Menampung spesimen urin
Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar
Sebaiknya pasien diinstruksikan membuang urine yang mula-mula keluar sebelum mengumpulkan urine untuk diperiksa.
Untuk mendapatkan specimen clean catch diperlukan cara pembersihan lebih sempurna :
Mulut uretra dibersihkan dengan sabun dan kemudian membilasnya sampai bersih.
Penderita wanita harus lebih dulu membersihkan labia minora, lalu harus merenggangkannya pada waktu kencing.
Perempuan yang sedang menstruasi atau yang mengeluarkan banyak secret vagina, sebaiknya memasukkan tampon sebelum mengumpulkan specimen.
Bagian luar wadah urine harus dibilas dan dikeringkan setelah spesimen didapat dan keterangan tentang pemeriksaan harus jelas dicantumkan.
Menampung spesimen tinja
Sampel tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika sangat diperlukan, sampel tinja juga dapat diperoleh dari pemeriksaan colok dubur.
Masukkan sampel ke dalam wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, dapat ditutup rapat, dapat dibuka dengan mudah dan bermulut lebar.
Menampung spesimen dahakPenting untuk mendapatkan sekret bronkial dan bukan ludah atau sekret hidung.
Sediakan wadah yang bersih, kering, tidak terkontaminasi oleh bahan apapun, mudah dibuka, mudah ditutup, dan bermulut lebar. Untuk pewarnaan BTA, jangan gunakan wadah yang mengandung bercak lilin atau minyak, sebab zat ini dapat dilihat sebagai bintik-bintik tahan asam dan dapat menyulitkan penafsiran.
Sebelum pengambilan spesimen, penderita diminta berkumur dengan air, bila mungkin gosok gigi terlebih dulu. Bila memakai gigi palsu, sebaiknya dilepas dulu.
Pada saat pengambilan spesimen, penderita berdiri tegak atau duduk tegak
Penderita diminta untuk menarik nafas dalam 2 – 3 kali kemudian keluarkan nafas bersamaan dengan batuk yang kuat dan berulang kali sampai dahak keluar.
Dahak yang dikeluarkan langsung ditampung dalam wadah dengan cara mendekatkan wadah ke mulut.
Amati keadaan dahak. Dahak yang memenuhi syarat pemeriksaan akan tampak kental purulen dengan volume cukup ( 3 – 5 ml )
Tutup wadah dengan rapat untuk menghindari kontaminasi dari udara dan secepatnya dikirim ke laboratorium.
Sumber-sumber kesalahan pada pengambilan spesimen darah :
26. Pemasangan turniquet terlalu lama dapat menyebabkan :
Protein (termasuk enzim) , Ca2+, laktat , fosfat, dan Mg2+ meningkat
pH menurun, hemokonsentrasi
PPT dan APTT mungkin memendek karena pelepasan tromboplastin jaringan ke dalam sirkulasi darah
27. Pemompaan menyebabkan kalium, laktat, glukosa, dan Mg2+ meningkat, sedangkan pH menurun
28. Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat menyebabkan :
trombosit dan fibrinogen menurun; PPT dan APTT memanjang
kalium, LDH dan SGPT/ALT meningkat
29. Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan :
natrium meningkat pada infus saline
kalium meningkat pada infus KCl
glukosa meningkat pada infus dextrose
PPT, APTT memanjang pada infus heparine.
kreatinin, fosfat, LDH, SGOT, SGPT, Hb, Hmt, lekosit, trombosit, eritrosit menurun pada semua jenis infus
30. Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah.
31. Hemolisis dapat menyebabkan peningkatan K+, Mg2+, fosfat, aminotransferase, LDH, fosfatase asam total
PIAGAM MADINAH
Pasal 1: Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lain.
Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 3: Banu ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4: Banu Sa’idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 8: Banu ‘Amr Ibn ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 10: Banu al-’Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya.
Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.
Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain.
Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).
Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama lain.
Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.
Pasal 23: Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.
Pasal 24: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.
Pasal 26: Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 27: Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 28: Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 29: Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 30: Kaum Yahudi Banu al-’Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 31: Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf, kecuali orang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya.
Pasal 32: Suku Jafnah dari Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa’labah).
Pasal 33: Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat).
Pasal 34: Sekutu-sekutu Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa’labah).
Pasal 35: Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
Pasal 36: Tidak seorang pun dibenarkan (untuk perang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan (ketentuan) ini.
Pasal 37: Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
Pasal 38: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 39: Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya “haram” (suci) bagi warga Piagam ini.
Pasal 40: Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41: Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya.
Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam ini.
Pasal 43: Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.
Pasal 44: Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.
Pasal 45: Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.
Pasal 46: Kaum yahudi al-’Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung Piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung Piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bwertanggungjawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi Piagam ini.
Pasal 47: Sesungguhnya Piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.
Pasal 2: Kaum Muhajirin (pendatang) dari Quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 3: Banu ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4: Banu Sa’idah, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 5: Banu al-Hars, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 6: Banu Jusyam, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 7: Banu al-Najjar, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 8: Banu ‘Amr Ibn ‘Awf, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 9: Banu al-Nabit, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 10: Banu al-’Aws, sesuai keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar diat di antara mereka (seperti) semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan cara yang baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 11: Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
Pasal 12: Seorang mukmin tidak dibolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya, tanpa persetujuan dari padanya.
Pasal 13: Orang-orang mukmin yang takwa harus menentang orang yang di antara mereka mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
Pasal 14: Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran (membunuh) orang kafir. Tidak boleh pula orang mukmin membantu orang kafir untuk (membunuh) orang beriman.
Pasal 15: Jaminan Allah satu. Jaminan (perlindungan) diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak tergantung pada golongan lain.
Pasal 16: Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang (mukminin) tidak terzalimi dan ditentang (olehnya).
Pasal 17: Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
Pasal 18: Setiap pasukan yang berperang bersama kita harus bahu-membahu satu sama lain.
Pasal 19: Orang-orang mukmin itu membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang-orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20: Orang musyrik (Yatsrib) dilarang melindungi harta dan jiwa orang (musyrik) Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
Pasal 21: Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali si terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22: Tidak dibenarkan bagi orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan atau menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dan kemurkaan Allah di hari kiamat, dan tidak diterima daripadanya penyesalan dan tebusan.
Pasal 23: Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.
Pasal 24: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarganya.
Pasal 26: Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 27: Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 28: Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 29: Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 30: Kaum Yahudi Banu al-’Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.
Pasal 31: Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf, kecuali orang zalim atau khianat. Hukumannya hanya menimpa diri dan keluarganya.
Pasal 32: Suku Jafnah dari Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa’labah).
Pasal 33: Banu Syutaybah (diperlakukan) sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu lain dari kejahatan (khianat).
Pasal 34: Sekutu-sekutu Sa’labah (diperlakukan) sama seperti mereka (Banu Sa’labah).
Pasal 35: Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).
Pasal 36: Tidak seorang pun dibenarkan (untuk perang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan (ketentuan) ini.
Pasal 37: Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya, dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh Piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasihat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
Pasal 38: Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 39: Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya “haram” (suci) bagi warga Piagam ini.
Pasal 40: Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41: Tidak boleh jaminan diberikan, kecuali seizin ahlinya.
Pasal 42: Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung Piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah ‘azza wa jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi Piagam ini.
Pasal 43: Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.
Pasal 44: Mereka (pendukung Piagam) bahu-membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.
Pasal 45: Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.
Pasal 46: Kaum yahudi al-’Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung Piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung Piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bwertanggungjawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi Piagam ini.
Pasal 47: Sesungguhnya Piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW.
Kamis, 21 Juli 2011
kesehatan dan keselamatan kerja
Laboratorium merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ilmiah guna meningkatkan ketrampilan pemakaian dan pemanfaatan alat-alat laboratorium. Tempat dengan segala kelengkapan peralatannya yang berpotensi menimbulkan bahaya kepada penggunanya.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan perlindungan tenaga kerja dari segala aspek yang berpotensi membahayakan dan sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan tersebut, pencegahan kecelakaan dan penserasian peralatan kerja, dan karakteristik pekerja serta orang yang berada di sekelilingnya. Tujuannya agar tenaga kerja mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi sehingga menciptakan kesenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Tidak ada sesuatu di tempat kerja yang terjadi secara kebetulan tetapi karena ada alasan-alasan yang jelas dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pengawasan terhadap alat maupun terhadap pekerja harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.
Fasilitas Perlindungan Pekerja (Praktikan)
1. Jas Praktikum, merupakan pengaman langsung, terbuat dari bahan yang baik, yaitu tidak mudah terbakar, tidak berupa bahan konduktor listrik maupun panas, tahan bahan kimia.
2. Ventilasi, desain laboratorium yang baik harus memiliki ventilasi yang cukup dan memadai dengan sirkulasi udara segar yang baik.
3. Alat Pemadam Kebakaran, mutlak dimiliki setiap laboratorium karena kebanyakan laboratorium telah terhubung dengan arus listrik tegangan tinggi sebagai sumber energinya terhadap alat praktikum yang digunakan didalamnya
Peningkatan Kemampuan Pekerja (Praktikan)
Memberikan pengetahuan praktis kepada pekerja tentang prosedur penggunaan alat serta prosedur melakukan kegiatan laboratorium yang sesuai dengan penerapan keselamatan kerja.
Penanganan Kecelakaan
1. Penyediaan P3K, meskipun penerapan prosedur keselamatan kerja telah diberlakukan, bukan tidak mungkin terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan.
2. Pengadaan Tanda-tanda Peringatan Bahaya, mengurangi statistik kecelakaan dalam laboratorium dengan alarm, kode tertulis seperti poster dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan K3 laboratorium perlu memperhatikan dua hal yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, tata ruang dan alat, sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan alat laboratorium.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan perlindungan tenaga kerja dari segala aspek yang berpotensi membahayakan dan sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan tersebut, pencegahan kecelakaan dan penserasian peralatan kerja, dan karakteristik pekerja serta orang yang berada di sekelilingnya. Tujuannya agar tenaga kerja mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi sehingga menciptakan kesenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Tidak ada sesuatu di tempat kerja yang terjadi secara kebetulan tetapi karena ada alasan-alasan yang jelas dan dapat diperkirakan sebelumnya. Pengawasan terhadap alat maupun terhadap pekerja harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.
Fasilitas Perlindungan Pekerja (Praktikan)
1. Jas Praktikum, merupakan pengaman langsung, terbuat dari bahan yang baik, yaitu tidak mudah terbakar, tidak berupa bahan konduktor listrik maupun panas, tahan bahan kimia.
2. Ventilasi, desain laboratorium yang baik harus memiliki ventilasi yang cukup dan memadai dengan sirkulasi udara segar yang baik.
3. Alat Pemadam Kebakaran, mutlak dimiliki setiap laboratorium karena kebanyakan laboratorium telah terhubung dengan arus listrik tegangan tinggi sebagai sumber energinya terhadap alat praktikum yang digunakan didalamnya
Peningkatan Kemampuan Pekerja (Praktikan)
Memberikan pengetahuan praktis kepada pekerja tentang prosedur penggunaan alat serta prosedur melakukan kegiatan laboratorium yang sesuai dengan penerapan keselamatan kerja.
Penanganan Kecelakaan
1. Penyediaan P3K, meskipun penerapan prosedur keselamatan kerja telah diberlakukan, bukan tidak mungkin terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan.
2. Pengadaan Tanda-tanda Peringatan Bahaya, mengurangi statistik kecelakaan dalam laboratorium dengan alarm, kode tertulis seperti poster dan sebagainya.
Dalam pelaksanaan K3 laboratorium perlu memperhatikan dua hal yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara, kualitas pencahayaan, kebisingan, tata ruang dan alat, sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan alat laboratorium.
bahan toksik dan infeksius
BAHAN KIMIA BERACUN ATAU TOKSIK
Toxic materials dapat berasal dari logam berat, pestisida sampai dengan flame retardants, dan senyawa-senyawa kimia berbahaya yang tak terpisahkan dalam kehidupan, bagian dari aktivitas, dipergunakan atau dikonsumsi oleh kita. Sifat, jumlah, dan kuantitas bahan kimia yang digunakan sangat bervariasi di berbagai negara. Indonesia sendiri menjadi dumping ground limbah beracun untuk negara-negara maju dalam bentuk fertilizer/pupuk, lumpur, atau limbah untuk didaur ulang kembali. Bahan berbahaya beracun (B3) ada dalam bentuk sebagai bahan baku dalam proses produksi dalam industri, pertambangan atau manufaktur. Lalu sebagai bagian dari produk dan sebagai limbah (padat, gas, dan cair). Secara umum sifat dari B3 adalah mudah meledak (explosive), mudah terbakar (flammable), reaktif (reactive), beracun (poisonous), infeksius (infectious), dan korosif (corrosive).
POPs (persistent organic pollutants) menyebar melalui sumber-sumber vital kehidupan, seperti udara dan air, proses bioakumulasi dalam rantai makanan. Keseluruhannya berdampak kepada manusia dan ekosistem. Karakteristik khusus dari POPs adalah persisten, semi volatil (menguap) dengan periode yang cukup lama berada di lingkungan, serta penyebarannya mencapai jarak jauh (transboundary/regional/global) juga dapat melalui migrasi spesies/organisme seperti ikan dan burung. Selain itu merupakan disrupter endokrin/hormon (terutama estrogen), sebagian besar karsinogenik/penyebab kanker. Pestisida merupakan kategori POPs yang paling populer dengan kandungan senyawa berbahayanya, selain terdapat POPs yang dibuat atau terjadi tidak sengaja dan masih dipakai. Istilah Dirty Dozen kemudian dikenal untuk menyebutkan daftar dua belas senyawa paling berbahaya, yaitu aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex dan toxaphene (delapan organo-chlorine dalam pestisida); senyawa kimia industri: HCB (hexachlorobenzene) dan PCB (poly chlorinated biphenyl; serta dioxin dan furans (group industrial by-products).
Jika kita sehari – hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam tubuh.
Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita konsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga obat yang lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak ataupun sedikit lebih baik berdasarkan resep dokter.
Dalam dunia laboratorium, bahan-bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh melewati tiga saluran, yakni:
1. Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau ingesti. Hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut atau makan dan minum di laboratorium.
2. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline, nitrobenzene, dan asam sianida.
3. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap lewat pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur dioksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh.
Gangguan toksik (keracunan) dari bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda. Misalnya CCL4 dan benzene dapat menimbulkan kerusakan pada hati ; metal isosianat dapat menyebabkan kebutaan dan kematian ; senyawa merkuri dapat menimbulkan kelainan genetic atau keturunan ; dan banyak senyawa organic yang mengandung cincin benzene, senyawa nikel dan krom dapat bersifat karsinogenik atau penyebab kanker.
Gangguan-gangguan tersebut diatas sangat tergantung pada kondisi kesehatan orang yang terpaparnya. Kondisi badan yang sehat dan makan yang bergizi akan mudah mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan. Sebaliknya kondisi badan yang kurang gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.
Efek Akut dan Kronis
Efek keracunan pada tubuh manusia dibagi dua yaitu :
• Efek akut yaitu pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Contoh, keracunan fenol menyebabkan diare dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau kematian dalam waktu singkat.
• Efek kronis yaitu suatu akibat keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt. Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan menimbulkan penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap timbal akan menimbulkan kerusakan dalam darah.
Usaha Menghindari Keracunan
• Penggunaan pelarut atau reagen-reagen yang toksik di usahakan diganti
• Perlakuan khusus pada beberapa zat kimia seperti senyawa yang dengan gugus amino, nitro dan gugus halogen reaktif perlu dicurigai akan kemungkinan bahayanya
• Gunakan lemari asam untuk bahan – bahan yang sekiranya menimbulkan pencemaran udara kerja
• Ventilasi udara, supaya ruangan tidak lembab dan tercemar oleh gas-gas berbahaya
• Makan dan minum di laboratorium sebisa mungkin dihindari untuk mencegah terjadinya kontaminasi
• Alat pelindung seperti masker (pelindung pernapasan), gloves (sarung tangan), dan kacamata pelindung harus di gunakan meskupun kurang enak di pakai? He he he he (itung-itung mejeng!!!)
Bahan infeksius adalah bahan yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium. Limbah ini dapat menjadi sumber penyebaran penyakit pada petugas, pasien, pengunjung, maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu, limbah ini memerlukan wadah atau kontainer khusus dalam pengolahannya.
Toxic materials dapat berasal dari logam berat, pestisida sampai dengan flame retardants, dan senyawa-senyawa kimia berbahaya yang tak terpisahkan dalam kehidupan, bagian dari aktivitas, dipergunakan atau dikonsumsi oleh kita. Sifat, jumlah, dan kuantitas bahan kimia yang digunakan sangat bervariasi di berbagai negara. Indonesia sendiri menjadi dumping ground limbah beracun untuk negara-negara maju dalam bentuk fertilizer/pupuk, lumpur, atau limbah untuk didaur ulang kembali. Bahan berbahaya beracun (B3) ada dalam bentuk sebagai bahan baku dalam proses produksi dalam industri, pertambangan atau manufaktur. Lalu sebagai bagian dari produk dan sebagai limbah (padat, gas, dan cair). Secara umum sifat dari B3 adalah mudah meledak (explosive), mudah terbakar (flammable), reaktif (reactive), beracun (poisonous), infeksius (infectious), dan korosif (corrosive).
POPs (persistent organic pollutants) menyebar melalui sumber-sumber vital kehidupan, seperti udara dan air, proses bioakumulasi dalam rantai makanan. Keseluruhannya berdampak kepada manusia dan ekosistem. Karakteristik khusus dari POPs adalah persisten, semi volatil (menguap) dengan periode yang cukup lama berada di lingkungan, serta penyebarannya mencapai jarak jauh (transboundary/regional/global) juga dapat melalui migrasi spesies/organisme seperti ikan dan burung. Selain itu merupakan disrupter endokrin/hormon (terutama estrogen), sebagian besar karsinogenik/penyebab kanker. Pestisida merupakan kategori POPs yang paling populer dengan kandungan senyawa berbahayanya, selain terdapat POPs yang dibuat atau terjadi tidak sengaja dan masih dipakai. Istilah Dirty Dozen kemudian dikenal untuk menyebutkan daftar dua belas senyawa paling berbahaya, yaitu aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex dan toxaphene (delapan organo-chlorine dalam pestisida); senyawa kimia industri: HCB (hexachlorobenzene) dan PCB (poly chlorinated biphenyl; serta dioxin dan furans (group industrial by-products).
Jika kita sehari – hari bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu bahkan menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan untuk bahaya pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat kimia yang masuk kedalam tubuh.
Seperti garam dapur, garam dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita konsumsi namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Namun, jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya, maka akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga obat yang lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu, jangan terlalu banyak ataupun sedikit lebih baik berdasarkan resep dokter.
Dalam dunia laboratorium, bahan-bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh melewati tiga saluran, yakni:
1. Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau ingesti. Hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita memipet bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut atau makan dan minum di laboratorium.
2. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap kulit ialah aniline, nitrobenzene, dan asam sianida.
3. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah terserap lewat pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur dioksida) dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh.
Gangguan toksik (keracunan) dari bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda. Misalnya CCL4 dan benzene dapat menimbulkan kerusakan pada hati ; metal isosianat dapat menyebabkan kebutaan dan kematian ; senyawa merkuri dapat menimbulkan kelainan genetic atau keturunan ; dan banyak senyawa organic yang mengandung cincin benzene, senyawa nikel dan krom dapat bersifat karsinogenik atau penyebab kanker.
Gangguan-gangguan tersebut diatas sangat tergantung pada kondisi kesehatan orang yang terpaparnya. Kondisi badan yang sehat dan makan yang bergizi akan mudah mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan. Sebaliknya kondisi badan yang kurang gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.
Efek Akut dan Kronis
Efek keracunan pada tubuh manusia dibagi dua yaitu :
• Efek akut yaitu pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Contoh, keracunan fenol menyebabkan diare dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau kematian dalam waktu singkat.
• Efek kronis yaitu suatu akibat keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi (spt. Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan menimbulkan penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap timbal akan menimbulkan kerusakan dalam darah.
Usaha Menghindari Keracunan
• Penggunaan pelarut atau reagen-reagen yang toksik di usahakan diganti
• Perlakuan khusus pada beberapa zat kimia seperti senyawa yang dengan gugus amino, nitro dan gugus halogen reaktif perlu dicurigai akan kemungkinan bahayanya
• Gunakan lemari asam untuk bahan – bahan yang sekiranya menimbulkan pencemaran udara kerja
• Ventilasi udara, supaya ruangan tidak lembab dan tercemar oleh gas-gas berbahaya
• Makan dan minum di laboratorium sebisa mungkin dihindari untuk mencegah terjadinya kontaminasi
• Alat pelindung seperti masker (pelindung pernapasan), gloves (sarung tangan), dan kacamata pelindung harus di gunakan meskupun kurang enak di pakai? He he he he (itung-itung mejeng!!!)
Bahan infeksius adalah bahan yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium. Limbah ini dapat menjadi sumber penyebaran penyakit pada petugas, pasien, pengunjung, maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu, limbah ini memerlukan wadah atau kontainer khusus dalam pengolahannya.
TROMBOSIT
Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu yang tersebar merata.Trobosit berjumlah 250.000 samapai 4000.000 per milimeterkibik. Bagian ini merupakan fragmen sel tanpa nukleus yang berhasal dari megakariosit dalam sumsum tulang.
Struktur:
Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasian darah.
Fungsi :
Trombosit berfungsi dalam melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah.
Mekanisme hemostasis dan pembekuan darah melibatkan suatu proses yang cepat
1. Vasokontriksi pembuluh darah. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepaskan serotonoi dan tromboksan A2 (prostagladin), yang menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah berkontraksi. Hal ini pad awalnya akan mengurangi darah yang hilang
2. Sumbatan trombosit
a.Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk sumbatan trombosit
b. Trombosit melepaskan ADP untuk mengaktifasi trombosit lain,sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk membentuk sumbat
c. Jika kerusakan pembuluh darah kecil,maka sumbatan trombosit mampu menghentikan perdarahan
d. Jika kerusakannya besar, maka kerusakan trombosit dapat mengurangi perdarahan,sampai proses pembekuan terbentuk.
.Menghitung Trombosit
Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit
Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya resiko perdarahan. Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya (Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang di anjurkan adalh penghitungan dengan mikroskop fase kontras otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dialakukan karena bias mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan dan penampilan diagnotis.
Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan hapusan darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah
Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan inimencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat menhambat agregasi trombosit.
Metode langsung (Rees Ecker)
Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang tidak merata.
Metode fase-kontras
Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila focus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/ kontras, mudah di bedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8-10%. Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.
Moditifiasi metode fase-kontras dengan plasma darah
Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.
Metode tidak langsung
Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara merata dan tida saling tumpang tindih. Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit, juga harus dilakukan hitung eritrosit.
Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan hapusan dilakukan dalam 10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 sentifitas dan spesifisitas yang baik untuk populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosit). Korelasinya dengan metode otomatis dan bilik hitung cukup erat. Sedangkan untu populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah 100.000 per mmk, penghitungan trombosit di anjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki.
Hitung Trombosit Otomatis
Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara langsung hitung trombosit selain hitung lekosit dan hitung eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit bersama-sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai trombosit dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan alat ini, penghitungan dapat dilakukan terhadap lebih banyak trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi fragmentasi eritrosit yang berat, apabila cairan pengencer berisi partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama didiamkan sewaktu pemrosesan atau
apabila trombosit saling melekat.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
• Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung trombosit,
• Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),
• Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit cenderung lebih rendah,
• Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya menurun palsu,
• Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan,
• Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :
o Jika volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
o Jika volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit.
• Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah trombosit
Struktur:
Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai jenis granula yang berhubungan dengan proses koagulasian darah.
Fungsi :
Trombosit berfungsi dalam melindungi pembuluh darah terhadap kerusakan endotel akibat trauma-trauma kecil yang terjadi sehari-hari dan mengawali penyembuhan luka pada dinding pembuluh darah.
Mekanisme hemostasis dan pembekuan darah melibatkan suatu proses yang cepat
1. Vasokontriksi pembuluh darah. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepaskan serotonoi dan tromboksan A2 (prostagladin), yang menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah berkontraksi. Hal ini pad awalnya akan mengurangi darah yang hilang
2. Sumbatan trombosit
a.Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk sumbatan trombosit
b. Trombosit melepaskan ADP untuk mengaktifasi trombosit lain,sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk membentuk sumbat
c. Jika kerusakan pembuluh darah kecil,maka sumbatan trombosit mampu menghentikan perdarahan
d. Jika kerusakannya besar, maka kerusakan trombosit dapat mengurangi perdarahan,sampai proses pembekuan terbentuk.
.Menghitung Trombosit
Beberapa uji laboratorium yang digunakan untuk menilai kualitas trombosit adalah agregasi trombosit, retensi trombosit, retraksi bekuan, dan antibody anti trombosit. Sedangkan uji laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit
Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000 per mmk darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas 40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit lebih memerlukan perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya resiko perdarahan. Hitung trombosit dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Metode secara langsung dengan menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop fase kontras dan mikroskop cahaya (Rees-Ecker) maupun secara otomatis. Metode yang di anjurkan adalh penghitungan dengan mikroskop fase kontras otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dialakukan karena bias mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan dan penampilan diagnotis.
Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan hapusan darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi trombosit. Sebagai petunjuk praktis adalah bahwa hitung trombosit adekuat apabila apusan mengandung satu trombosit per duapuluh eritrosit, atau dua sampai tiga trombosit per lapang pandang besar (minyak imersi). Pemeriksaan apusan harus selalu dilakukan apabila hitung trombosit rendah karena penggumpalan trombosit dapat menyebabkan hitung trombosit rendah
Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan inimencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat menhambat agregasi trombosit.
Metode langsung (Rees Ecker)
Hitung trombosit secara langsung menggunakan kamar hitung yaitu dengan mikroskop cahaya. Pada hitung trombosit cara Rees-Ecker, darah diencerkan ke dalam larutan yang mengandung Brilliant Cresyl Blue sehingga trombosit tercat biru muda. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop. Secara mikroskopik trombosit tampak refraktil dan mengkilat berwarna biru muda/lila lebih kecil dari eritrosit serta berbentuk bulat, lonjong atau koma tersebar atau bergerombol. Cara ini memiliki kesalahan sebesar 16-25%, penyebabnya karena faktor teknik pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol sehingga sulit dihitung, pengenceran tidak akurat dan penyebaran trombosit yang tidak merata.
Metode fase-kontras
Pada hitung trombosit metode fase kontras, darah diencerkan ke dalam larutan ammonium oksalat 1% sehingga semua eritrosit dihemolisis. Sel trombosit dihitung dengan menggunakan kamar hitung standar dan mikroskop fase kontras. Sel-sel lekosit dan trombosit tampak bersinar dengan latar belakang gelap. Trombosit tampat bulat atau bulat telur dan berwarna biru muda/lila terang. Bila focus dinaik-turunkan tampak perubahan yang bagus/ kontras, mudah di bedakan dengan kotoran karena sifat refraktilnya. Kesalahan dengan metode ini sebesar 8-10%. Metode fase kontras adalah pengitungan secara manual yang paling baik. Penyebab kesalahan yang utama pada cara ini, selain faktor teknis atau pengenceran yang tidak akurat, adalah pencampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit atau agregasi.
Moditifiasi metode fase-kontras dengan plasma darah
Metodenya sama seperti fase-kontras tetapi sebagai pengganti pengenceran dipakai plasma. Darah dibiarkan pada suhu kamar sampai tampak beberapa mm plasma. Selanjutnya plasma diencerkan dengan larutan pengencer dan dihitung trombosit dengan kamar hitung seperti pada metode fase-kontras.
Metode tidak langsung
Cara ini menggunakan sediaan apus darah yang diwarnai dengan pewarna Wright, Giemsa atau May Grunwald. Sel trombosit dihitung pada bagian sediaan dimana eritrosit tersebar secara merata dan tida saling tumpang tindih. Metode hitung trombosit tak langsung adalah metode Fonio yaitu jumlah trombosit dibandingkan dengan jumlah eritrosit, sedangkan jumlah eritrosit itulah yang sebenarnya dihitung. Cara ini sekarang tidak digunakan lagi karena tidak praktis, dimana selain menghitung jumlah trombosit, juga harus dilakukan hitung eritrosit.
Penghitungan trombosit secara tidak langsung yang menggunakan sediaan hapusan dilakukan dalam 10 lpmi x 2000 atau 20 lpmi x 1000 sentifitas dan spesifisitas yang baik untuk populasi trombosit normal dan tinggi (trombositosit). Korelasinya dengan metode otomatis dan bilik hitung cukup erat. Sedangkan untu populasi trombosit rendah (trombositopenia) di bawah 100.000 per mmk, penghitungan trombosit di anjurkan dalam 10 lpmi x 2000 karena memiliki.
Hitung Trombosit Otomatis
Penghitung sel otomatis mampu mengukur secara langsung hitung trombosit selain hitung lekosit dan hitung eritrosit. Sebagian besar alat menghitung trombosit dan eritrosit bersama-sama, namun keduanya dibedakan berdasarkan ukuran. Partikel yang lebih kecil dihitung sebagai trombosit dan partikel yang lebih besar dihitung sebagai eritrosit. Dengan alat ini, penghitungan dapat dilakukan terhadap lebih banyak trombosit. Teknik ini dapat mengalami kesalahan apabila jumlah lekosit lebih dari 100.000/mmk, apabila terjadi fragmentasi eritrosit yang berat, apabila cairan pengencer berisi partikel-partikel eksogen, apabila sampel sudah terlalu lama didiamkan sewaktu pemrosesan atau
apabila trombosit saling melekat.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
• Kemoterapi dan sinar X dapat menurunkan hitung trombosit,
• Pengaruh obat (lihat pengaruh obat),
• Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung trombosit cenderung lebih rendah,
• Pengambilan sampel darah yang lamban menyebabkan trombosit saling melekat (agregasi) sehingga jumlahnya menurun palsu,
• Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan agregasi trombosit, bahkan dapat terjadi bekuan,
• Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :
o Jika volume terlalu sedikit (= EDTA terlalu berlebihan), sel-sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.
o Jika volume terlalu banyak (=EDTA terlalu sedikit) dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang berakibat menurunnya jumlah trombosit.
• Penundaan pemeriksaan lebih dari 1 jam menyebabkan perubahan jumlah trombosit
perawatan dan pemeliharaan peralatan laboratorium
1. Pengertian perawatan
Perawatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan, mem¬pertahankan, dan mengembalikan peralatan dalam kondisi yang baik dan siap pakai. Dalam kaitannya dengan perawatan peralatan laboratorium, perawatan dimaksudkan sebagai usaha preventif atau pencegahan agar peralatan tidak rusak atau tetap terjaga dalam kondisi baik, siap beroperasi. Disamping itu perawatan juga dimaksudkan sebagai upaya untuk menyetel atau memperbaiki kembali peralatan laboratorium yang sudah terlanjur rusak atau kurang layak sehingga siap digunakan untuk kegiatan praktikum para siswa.
2. Jenis perawatan
Perawatan dapat dibedakan antara perawatan terencana dan perawatan tidak terencana. Secara jelas dapat dilihat pada skema dibawah ini.
a. Perawatan terencana
Perawatan terencana adalah jenis perawatan yang diprogramkan, diorganisir, dijadwal, dianggarkan, dan dilaksanakan sesuai dengan rencana, serta dilakukan monitoring dan evaluasi. Perawatan terencana dibedakan menjadi dua, yakni: perawatan terencana yang bersifat pencegahan atau perawatan preventif, dan perawatan terencana yang bersifat korektif.
1. Perawatan preventif
Perawatan preventif merupakan perawatan yang bersifat pencegahan, adalah sistem perawatan peralatan laboratorium yang secara sadar dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta monitoring dengan tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan kemacetan atau kerusakan peralatan laboratorium.
2. Perawatan korektif
Perawatan korektif merupakan perawatan yang bersifat koreksi, yakni sistem perawatan peralatan laboratorium yang secara sadar dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta monitoring dengan tujuan untuk mengembalikan peralatan laboratorium pada kondisi standar, sehingga dapat berfungsi normal.
b. Perawatan tidak terencana
Perawatan tidak terencana adalah jenis perawatan yang bersifat perbaikan terhadap kerusakan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Pekerjaan perawatan ini tidak direncanakan, dan tidak dijadwalkan. Umumnya tingkat kerusakan yang terjadi adalah pada tingkat kerusakan berat. Karena tidak direncanakan sebelumnya, maka juga disebut perawatan darurat.
3. Tujuan perawatan laboratorium
Perawatan peralatan laboratorium memiliki beberapa tujuan yang mencakup:
a. Agar peralatan laboratorium selalu prima, siap dipakai secara optimal
b. Memperpanjang umur pemakaian
c. Menjamin kelancaran kegiatan pembelajaran
d. Menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para pemakai
e. Mengetahui kerusakan secara dini atau gejala kerusakan
f. Menghindari terjadinya kerusakan secara mendadak
g. Menghindari terjadinya kerusakan fatal
4. Sistem Perawatan Laboratorium
Dalam perawatan Laboratorium,sebelum penyusunan jadwal dan rencana kebutuhan biaya perawatan perlu dilihat unsur-unsur berikut ini:
a. Obyek laboratorium yang akan dirawat.
b. Sumber daya manusia sebagai tenaga perawatan.
c. Sumber daya lain: alat, bahan, suku cadang, cara, waktu, dan biaya perawatan.
5.Pengelola Perawatan Laboratorium
A. Pengertian pengelolaan
Pengelolaan atau sering disebut manajemen adalah proses mengelola sumber daya untuk mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien. Sumber daya yang dikelola meliputi 6 M, yakni: man, money, materials, machines, methods, dan minute (manusia, uang, bahan, mesin atau peralatan, metode atau cara, dan waktu). Sedangkan fungsi manajemen meliputi empat kegiatan, yakni: planning, organizing, actuating, dan controlling (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan). Dengan demikian manajemen dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan sumber daya manusia, biaya, bahan, mesin atau peralatan, metode atau cara, dan waktu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.
Efektifitas merupakan landasan untuk mencapai sukses. Jadi efektifitas berkenaan dengan derajat pencapaian tujuan baik secara eksplisit maupun implisit, yaitu seberapa jauh rencana dapat dilaksanakan dan seberapa jauh tujuan tercapai.Sedangkan efisiensi merupakan sumber daya minimal yang digunakan untuk mencapai kesuksesan itu. Jadi efisien berarti optimasi penggunaan sumber daya, yaitu yang termudah cara mengerjakannya, termurah biayanya, tersingkat waktunya, teringan bebannya, terpendek langkahnya.
2. Obyek perawatan laboratorium
Sebagai obyek laboratorium yang perlu dilakukan perawatan diantaranya adalah:
a. Ruang laboratorium, termasuk kebersihan lantai, kelembaban, ventilasi, penerangan.
b. Perabot atau meubeler laboratorium, seperti almari, meja percobaan, meja
kerja,rak, kursi.
c. Peralatan administrasi dan dokumentasi laboratorium, seperti komputer, dan
filenya, buku-buku manual.
d. Sumber jaringan listrik, stop kontak, sekring, lampu.
e. Training obyek dan perlatan dan mesin-mesin pelatihan.
f. Aparatur dan perlengkapan percobaan.
g. Instrumen dan alat-alat ukur
h. Spesimen dan bahan-bahan untuk praktikum
3. Sumber daya sistem perawatan laboratorium
a. Tenaga perawat ( man )
Tenaga laboran/teknisi mempunyai tanggung jawab dalam merawat laboratorium yang dikelolanya. Salah satu tugas seorang laboran/teknisi adalah melaksanakan perawatan laboratorium yang meliputi pekerjaan menjaga, menyimpan, membersihkan, memelihara, memeriksa, menyetel kembali, bahkan bila perlu dan dibutuhkan dapat melakukan penggantian dan perbaikan komponen peralatan laboratorium yang rusak.
Untuk peralatan khusus dengan tingkat kerusakan yang sudah parah, dan perbaikannya juga memerlukan kemampuan profesional yang khusus, maka dapat memanfatkan tenaga teknisi ahli dari luar. Misalnya untuk perbaikan peralatan ukur optik, peralatan ukur elektronik, yang konstruksinya sangat rumit.
Untuk pekerjaan perawatan yang ringan dan rutin dapat melibatkan siswa praktikan. Misalnya dalam menjaga kebersihan ruang dan tempat praktik, menjaga kebersihan peralatan, membantu dalam penyimpanan peralatan. Untuk keperluan pencegahan terhadap kemungkinan kerusakan akibat kesalahan pemakaian sekaligus sebagai upaya pembinaan tanggungjawab mahasiswa, dapat peraturan dan tata tertip penggunaan peralatan di laboratorium
b. Biaya perawatan ( money )
Perawatan membutuhkan biaya, bahkan kadang-kadang biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan perawatan sangat mahal. Biaya perawatan dibutuhkan untuk berbagai hal, antara lain:
1) Biaya pembelian bahan-bahan untuk perawatan, seperti sabun, carbol, kain lap,
perekat, cat, bahan pengawet, pencegah jamur, dan sebagainya.
2) Biaya pembelian suku cadang, seperti: kran air, kabel, mur baut, lensa optik, mouse komputer, dan sebagainya.
3) Biaya pembelian peralatan perawatan, seperti: sapu, sikat, sulak, kuas, solder, tang,
obeng, gunting, dan sebagainya.
4) Upah tenaga perawatan jika perlu, khususnya apabila pekerjaan perawatan terpaksa harus mengundang pihak luar, misalnya ahli komputer.
Biaya perawatan di atas perlu dihitung dan dimasukkan dalam usulan anggaran, sehingga tersedia dana untuk perawatan laboratorium secara rutin.
c. Bahan perawatan ( materials )
Yang dimaksud dengan bahan perawatan adalah seluruh jenis bahan yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan perawatan peralatan laboratorium. Bahkan untuk pekerjaan perawatan ini harus tersedia dengan jumlah yang memadai, karena bahan ini merupakan salah satu sumber daya yang sangat urgen untuk merawat semua peralatan laboratorium. Bahan yang dibutuhkan untuk pekerjaan perawatan peralatan laboratorium, antara lain:
1) Bahan untuk pekerjaan kebersihan, seperti:sabun, carbol, kain lap, thinner, bahan
pembersih alat-alat laboratorium, tempat sampah, kantong plastik, dan bahan
pembersih lainnya.
2) Bahan untuk pemelihara, seperti: bahan pengawet, minyak pelumas, bahan pelapis, bahan pelindung, pembungkus, pupuk tanaman dan makanan hewan pada laboratorium Biologi, pembasmi serangga, dan sebagainya.
3) Suku cadang, seperti: seperti: kran air, kabel, mur baut, lensa optik, mouse komputer, dan sebagainya.
d. Peralatan perawatan ( machines )
Tersedianya alat-alat perawatan merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan perawatan laboratorium. Apabila laboratorium memiliki peralatan perawatan lengkap akan sangat mendukung terlaksananya program perawatan peralatan laboratorium. Peralatan untuk pekerjaan perawatan, tergantung dari jenis sarana atau fasilitas yang dirawat serta jenis kegiatan perawatannya.
Peralatan perawatan laboratorium antara lain meliputi: peralatan untuk:
1). Peralatan penyimpanan, misalnya almari, rak
2). Peralatan pemeliharaan, misalnya alat pelumas, alat pelapis
3). Peralatan pemeriksaan, misalnya instrumen pengukuran
4). Peralatan penyetelan kembali
5). Peralatan perbaikan
Peralatan perawatan yang sifatnya umum, sederhana, dan secara rutin sering dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan perawatan peralatan sebaiknya dimiliki oleh setiap laboratorium.
e. Cara perawatan ( methodes)
Cara atau metode untuk melakukan pekerjaan perawatan peralatan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain dengan cara:
1) Melakukan pencegahan, misalnya dengan memberi peringatan melalui gambar atau
tulisan, peraturan, tata tertib bagi pengguna laboratorium/bengkel, memberi bahan pengawet.
2) Menyimpan, misalnya menyimpan peralatan laboratorium agar terhindar dari
kerusakan.
3) Membersihkan, agar peralatan laboratorium selalu bersih dari kotoran yang dapat
merusak, misalnya debu dan uap air yang dapat menyebabkan terjadinya korosi.
4) Memelihara, misalnya dengan meminyaki peralatan mekanis, memberi makan hewan
percobaan.
5) Memeriksa atau mengecek kondisi peralatan laboratorium untuk mengetahui adanya
gejala kerusakan.
6) Menyetel kembali atau tune-up, kalibrasi alat agar fasilitas atau peralatan dalam kondisi normal atau standar.
7) Memperbaiki kerusakan ringan yang terjadi pada peralatan peralatan laboratorium pada batas tingakat kerusakan tertentu yang masih mungkin dapat diperbaiki sendiri, sehingga siap dipakai untuk praktikum mahasiswa.
8) Mengganti komponen-komponen peralatan peralatan laboratorium yang sudah rusak.
f. Waktu perawatan ( minutes )
Waktu untuk perawatan peralatan laboratorium dapat dilihat dari tersedianya kesempatan atau waktu bagi pihak yang dilibatkan dalam kegiatan perawatan dan pemanfaatan kesempatan tersebut secara efektif dan efisien untuk melaksanakan kegiatan perawatan. Dari sisi obyek yang dirawat, jadwal pelaksanakan pekerjaan perawatan laboratorium dapat ditetapkan berdasarkan pada:
1)Berdasarkan pengalaman lalu dalam suatu jenis pekerjaan perawatan alat yang sama peroleh pengalaman mengenai selang waktu atau frekuensi untuk melakukan perawatan seminimal mungkin dan seekonomis mungkin tanpa menimbulkan resiko kerusakan alat tersebut. Bagi laboran/teknisi yang telah berpengalaman dalam melakulan tugas perawatan peralatan laboratorium akan banyak memiliki informasi untuk membantu dalam menyusun jadwal perawatan.
2)Berdasarkan sifat operasi atau beban pemakaian atau penggunaan peralatan laboratorium. Untuk obyek atau alat yang sering digunakan untuk kegiatan praktikum dan pemakainya banyak orang, maka obyek atau alat tersebut akan cepat kotor atau rusak. Untuk menjaga agar tetap bersih dan menghindari kerusakan, mestinya jadwal perawatannya harus dibuat tinggi frekuensinya. Artinya obyek atau alat tersebut harus sering dilakukan perawatan.
3)Berdasarkan rekomendasi dari pabrik pembuat peralatan yang dimiliki laboratorium. Biasanya peralatan laboratorium yang baru dibeli dari pabrik dilengkapi dengan buku manual yang memuat petunjuk operasi dan cara serta jadwal perawatan alat tersebut. Informasi tersebut dapat dipakai sebagai rujukan dalam menyusun jadwal perawatan.
4. Mengelola pekerjaan perawatan laboratorium
Dengan mengacu pada pengertian pengelolaan dan gambaran tentang sumber daya yang dibutuhkan dalam sistem perawatan laboratorium, maka untuk mengelola pekerjaan perawatan laboratorium mencakup kegiatan:
a Merencanakan program perawatan dengan menetapkan obyek apa yang dirawat, jenis pekerjaan perawatan yang dikerjakan, kapan jadwal pelaksanannya, siapa pelaksana, apa bahan dan alat yang digunakan untuk merawat, dan jika perlu berapa biaya yang dibutuhkan.
b Mengorganisir sistem perawatan, menentukan deskripsi pekerjaan perawatan dan mekanisme kerjanya.
c Melaksanakan ( actuating ) program perawatan
d Mengevaluasi dan melaporkan kinerja perawatan
5.Pemeliharaan peralatan laboratorium
Pemeliharaan alat-alat di laboratorium sebenarnya mempunyai andil besar dalam menanggulangi banyaknya kecelakaan kerja di dalam laboratorium. Pemeliharaan alat-alat laboratorium secara berkala dapat mengantisipasi kecelakaan yang timbul secara lebih dini.
Begitu juga dengan kebersihan laboratorium. Biasanya, laboratorium merupakan tempat bertemunya cairan-cairan tubuh manusia yang mengandung beberapa jenis penyakit dari spesimen tersebut, dan tujuan menjaga kebersihan laboratorium ini adalah untuk mencegah bibit-bibit penyakit yang terdapat pada jenis spesimen yang di teliti tertular kepada para pekerja.
Berikut cara-cara yang di lakukan untuk pemeliharaan peralatan laboratorium:
1.Sebelum meninggalkan laboratorium biasakan dalam keadaan bersih terlebih dahulu. Jangan sekali-kali meninggalkan laboratorium dalam keadaan kotor karena dapat menimbulkan bibit-bibit penyakit.
2.Kembalikan alat-alat laboratorium pada tempatnya, seperti bahan-bahan kimia kembalikan pada lemari yang telah tersedia.
3.Bersihkan meja dan lantai laboratorium menggunakan antiseptik agar meja tersebut tetap steril dan bebas dari kuman penyakit.
4.Cucilah dengan bersih semua alat-alat yang telah dipakai seperti tabung reaksi, pipet, kaca preparat, dll agar tetap steril dan siap untuk digunakan kembali.
5.Cepat laporkan pada guru atau pengawas laboratorium jika ada alat yang memerlukan perbaikan.
6.Jangan sekali-kali menggunakan alat laboratorium jika alat tersebut dalam kondisi buruk.
7.Gunakan alat-alat laboratorium tersebut sesuai dengan keperluan agar menjaga kestabilan alat tersebut.
8.Matikan semua alat laboratorium yang terhubung dengan arus listrik jika alat tersebut tidak di gunakan kembali.
Berikut ini adalah panduan yang harus dipatuhi ketika menggunakan alat‐alat praktikum:
• Sebelum menggunakan alat‐alat praktikum, pahami petunjuk penggunaan alat itu.
• Perhatikan dan patuhi peringatan (warning) yang biasa tertera pada badan alat
• Pahami fungsi atau peruntukan alat‐alat praktikum dan gunakanlah alat‐alat tersebut hanya untuk aktivitas yang sesuai fungsi atau peruntukannya. Menggunakan alat praktikum di luar fungsi atau peruntukannya dapat menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan
• Pahami rating dan jangkauan kerja alat‐alat praktikum dan gunakanlah alat‐alat tersebut sesuai rating dan jangkauan kerjanya. Menggunakan alat praktikum di luar rating dan jangkauan kerjanya dapat menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan
• Pastikan seluruh peralatan praktikum yang digunakan aman dari benda/ logam tajam, api/ panas berlebih atau lainnya yang dapat mengakibatkan kerusakan pada alat tersebut
• Tidak melakukan aktifitas yang dapat menyebabkan kotor, coretan, goresan atau sejenisnyapada badan alat‐alat praktikum yang digunakan
Perawatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan, mem¬pertahankan, dan mengembalikan peralatan dalam kondisi yang baik dan siap pakai. Dalam kaitannya dengan perawatan peralatan laboratorium, perawatan dimaksudkan sebagai usaha preventif atau pencegahan agar peralatan tidak rusak atau tetap terjaga dalam kondisi baik, siap beroperasi. Disamping itu perawatan juga dimaksudkan sebagai upaya untuk menyetel atau memperbaiki kembali peralatan laboratorium yang sudah terlanjur rusak atau kurang layak sehingga siap digunakan untuk kegiatan praktikum para siswa.
2. Jenis perawatan
Perawatan dapat dibedakan antara perawatan terencana dan perawatan tidak terencana. Secara jelas dapat dilihat pada skema dibawah ini.
a. Perawatan terencana
Perawatan terencana adalah jenis perawatan yang diprogramkan, diorganisir, dijadwal, dianggarkan, dan dilaksanakan sesuai dengan rencana, serta dilakukan monitoring dan evaluasi. Perawatan terencana dibedakan menjadi dua, yakni: perawatan terencana yang bersifat pencegahan atau perawatan preventif, dan perawatan terencana yang bersifat korektif.
1. Perawatan preventif
Perawatan preventif merupakan perawatan yang bersifat pencegahan, adalah sistem perawatan peralatan laboratorium yang secara sadar dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta monitoring dengan tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan kemacetan atau kerusakan peralatan laboratorium.
2. Perawatan korektif
Perawatan korektif merupakan perawatan yang bersifat koreksi, yakni sistem perawatan peralatan laboratorium yang secara sadar dilakukan melalui tahapan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta monitoring dengan tujuan untuk mengembalikan peralatan laboratorium pada kondisi standar, sehingga dapat berfungsi normal.
b. Perawatan tidak terencana
Perawatan tidak terencana adalah jenis perawatan yang bersifat perbaikan terhadap kerusakan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Pekerjaan perawatan ini tidak direncanakan, dan tidak dijadwalkan. Umumnya tingkat kerusakan yang terjadi adalah pada tingkat kerusakan berat. Karena tidak direncanakan sebelumnya, maka juga disebut perawatan darurat.
3. Tujuan perawatan laboratorium
Perawatan peralatan laboratorium memiliki beberapa tujuan yang mencakup:
a. Agar peralatan laboratorium selalu prima, siap dipakai secara optimal
b. Memperpanjang umur pemakaian
c. Menjamin kelancaran kegiatan pembelajaran
d. Menjamin keamanan dan kenyamanan bagi para pemakai
e. Mengetahui kerusakan secara dini atau gejala kerusakan
f. Menghindari terjadinya kerusakan secara mendadak
g. Menghindari terjadinya kerusakan fatal
4. Sistem Perawatan Laboratorium
Dalam perawatan Laboratorium,sebelum penyusunan jadwal dan rencana kebutuhan biaya perawatan perlu dilihat unsur-unsur berikut ini:
a. Obyek laboratorium yang akan dirawat.
b. Sumber daya manusia sebagai tenaga perawatan.
c. Sumber daya lain: alat, bahan, suku cadang, cara, waktu, dan biaya perawatan.
5.Pengelola Perawatan Laboratorium
A. Pengertian pengelolaan
Pengelolaan atau sering disebut manajemen adalah proses mengelola sumber daya untuk mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien. Sumber daya yang dikelola meliputi 6 M, yakni: man, money, materials, machines, methods, dan minute (manusia, uang, bahan, mesin atau peralatan, metode atau cara, dan waktu). Sedangkan fungsi manajemen meliputi empat kegiatan, yakni: planning, organizing, actuating, dan controlling (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan). Dengan demikian manajemen dapat diartikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan sumber daya manusia, biaya, bahan, mesin atau peralatan, metode atau cara, dan waktu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan secara efektif dan efisien.
Efektifitas merupakan landasan untuk mencapai sukses. Jadi efektifitas berkenaan dengan derajat pencapaian tujuan baik secara eksplisit maupun implisit, yaitu seberapa jauh rencana dapat dilaksanakan dan seberapa jauh tujuan tercapai.Sedangkan efisiensi merupakan sumber daya minimal yang digunakan untuk mencapai kesuksesan itu. Jadi efisien berarti optimasi penggunaan sumber daya, yaitu yang termudah cara mengerjakannya, termurah biayanya, tersingkat waktunya, teringan bebannya, terpendek langkahnya.
2. Obyek perawatan laboratorium
Sebagai obyek laboratorium yang perlu dilakukan perawatan diantaranya adalah:
a. Ruang laboratorium, termasuk kebersihan lantai, kelembaban, ventilasi, penerangan.
b. Perabot atau meubeler laboratorium, seperti almari, meja percobaan, meja
kerja,rak, kursi.
c. Peralatan administrasi dan dokumentasi laboratorium, seperti komputer, dan
filenya, buku-buku manual.
d. Sumber jaringan listrik, stop kontak, sekring, lampu.
e. Training obyek dan perlatan dan mesin-mesin pelatihan.
f. Aparatur dan perlengkapan percobaan.
g. Instrumen dan alat-alat ukur
h. Spesimen dan bahan-bahan untuk praktikum
3. Sumber daya sistem perawatan laboratorium
a. Tenaga perawat ( man )
Tenaga laboran/teknisi mempunyai tanggung jawab dalam merawat laboratorium yang dikelolanya. Salah satu tugas seorang laboran/teknisi adalah melaksanakan perawatan laboratorium yang meliputi pekerjaan menjaga, menyimpan, membersihkan, memelihara, memeriksa, menyetel kembali, bahkan bila perlu dan dibutuhkan dapat melakukan penggantian dan perbaikan komponen peralatan laboratorium yang rusak.
Untuk peralatan khusus dengan tingkat kerusakan yang sudah parah, dan perbaikannya juga memerlukan kemampuan profesional yang khusus, maka dapat memanfatkan tenaga teknisi ahli dari luar. Misalnya untuk perbaikan peralatan ukur optik, peralatan ukur elektronik, yang konstruksinya sangat rumit.
Untuk pekerjaan perawatan yang ringan dan rutin dapat melibatkan siswa praktikan. Misalnya dalam menjaga kebersihan ruang dan tempat praktik, menjaga kebersihan peralatan, membantu dalam penyimpanan peralatan. Untuk keperluan pencegahan terhadap kemungkinan kerusakan akibat kesalahan pemakaian sekaligus sebagai upaya pembinaan tanggungjawab mahasiswa, dapat peraturan dan tata tertip penggunaan peralatan di laboratorium
b. Biaya perawatan ( money )
Perawatan membutuhkan biaya, bahkan kadang-kadang biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan perawatan sangat mahal. Biaya perawatan dibutuhkan untuk berbagai hal, antara lain:
1) Biaya pembelian bahan-bahan untuk perawatan, seperti sabun, carbol, kain lap,
perekat, cat, bahan pengawet, pencegah jamur, dan sebagainya.
2) Biaya pembelian suku cadang, seperti: kran air, kabel, mur baut, lensa optik, mouse komputer, dan sebagainya.
3) Biaya pembelian peralatan perawatan, seperti: sapu, sikat, sulak, kuas, solder, tang,
obeng, gunting, dan sebagainya.
4) Upah tenaga perawatan jika perlu, khususnya apabila pekerjaan perawatan terpaksa harus mengundang pihak luar, misalnya ahli komputer.
Biaya perawatan di atas perlu dihitung dan dimasukkan dalam usulan anggaran, sehingga tersedia dana untuk perawatan laboratorium secara rutin.
c. Bahan perawatan ( materials )
Yang dimaksud dengan bahan perawatan adalah seluruh jenis bahan yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan perawatan peralatan laboratorium. Bahkan untuk pekerjaan perawatan ini harus tersedia dengan jumlah yang memadai, karena bahan ini merupakan salah satu sumber daya yang sangat urgen untuk merawat semua peralatan laboratorium. Bahan yang dibutuhkan untuk pekerjaan perawatan peralatan laboratorium, antara lain:
1) Bahan untuk pekerjaan kebersihan, seperti:sabun, carbol, kain lap, thinner, bahan
pembersih alat-alat laboratorium, tempat sampah, kantong plastik, dan bahan
pembersih lainnya.
2) Bahan untuk pemelihara, seperti: bahan pengawet, minyak pelumas, bahan pelapis, bahan pelindung, pembungkus, pupuk tanaman dan makanan hewan pada laboratorium Biologi, pembasmi serangga, dan sebagainya.
3) Suku cadang, seperti: seperti: kran air, kabel, mur baut, lensa optik, mouse komputer, dan sebagainya.
d. Peralatan perawatan ( machines )
Tersedianya alat-alat perawatan merupakan sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan perawatan laboratorium. Apabila laboratorium memiliki peralatan perawatan lengkap akan sangat mendukung terlaksananya program perawatan peralatan laboratorium. Peralatan untuk pekerjaan perawatan, tergantung dari jenis sarana atau fasilitas yang dirawat serta jenis kegiatan perawatannya.
Peralatan perawatan laboratorium antara lain meliputi: peralatan untuk:
1). Peralatan penyimpanan, misalnya almari, rak
2). Peralatan pemeliharaan, misalnya alat pelumas, alat pelapis
3). Peralatan pemeriksaan, misalnya instrumen pengukuran
4). Peralatan penyetelan kembali
5). Peralatan perbaikan
Peralatan perawatan yang sifatnya umum, sederhana, dan secara rutin sering dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan perawatan peralatan sebaiknya dimiliki oleh setiap laboratorium.
e. Cara perawatan ( methodes)
Cara atau metode untuk melakukan pekerjaan perawatan peralatan laboratorium yang dapat dilakukan antara lain dengan cara:
1) Melakukan pencegahan, misalnya dengan memberi peringatan melalui gambar atau
tulisan, peraturan, tata tertib bagi pengguna laboratorium/bengkel, memberi bahan pengawet.
2) Menyimpan, misalnya menyimpan peralatan laboratorium agar terhindar dari
kerusakan.
3) Membersihkan, agar peralatan laboratorium selalu bersih dari kotoran yang dapat
merusak, misalnya debu dan uap air yang dapat menyebabkan terjadinya korosi.
4) Memelihara, misalnya dengan meminyaki peralatan mekanis, memberi makan hewan
percobaan.
5) Memeriksa atau mengecek kondisi peralatan laboratorium untuk mengetahui adanya
gejala kerusakan.
6) Menyetel kembali atau tune-up, kalibrasi alat agar fasilitas atau peralatan dalam kondisi normal atau standar.
7) Memperbaiki kerusakan ringan yang terjadi pada peralatan peralatan laboratorium pada batas tingakat kerusakan tertentu yang masih mungkin dapat diperbaiki sendiri, sehingga siap dipakai untuk praktikum mahasiswa.
8) Mengganti komponen-komponen peralatan peralatan laboratorium yang sudah rusak.
f. Waktu perawatan ( minutes )
Waktu untuk perawatan peralatan laboratorium dapat dilihat dari tersedianya kesempatan atau waktu bagi pihak yang dilibatkan dalam kegiatan perawatan dan pemanfaatan kesempatan tersebut secara efektif dan efisien untuk melaksanakan kegiatan perawatan. Dari sisi obyek yang dirawat, jadwal pelaksanakan pekerjaan perawatan laboratorium dapat ditetapkan berdasarkan pada:
1)Berdasarkan pengalaman lalu dalam suatu jenis pekerjaan perawatan alat yang sama peroleh pengalaman mengenai selang waktu atau frekuensi untuk melakukan perawatan seminimal mungkin dan seekonomis mungkin tanpa menimbulkan resiko kerusakan alat tersebut. Bagi laboran/teknisi yang telah berpengalaman dalam melakulan tugas perawatan peralatan laboratorium akan banyak memiliki informasi untuk membantu dalam menyusun jadwal perawatan.
2)Berdasarkan sifat operasi atau beban pemakaian atau penggunaan peralatan laboratorium. Untuk obyek atau alat yang sering digunakan untuk kegiatan praktikum dan pemakainya banyak orang, maka obyek atau alat tersebut akan cepat kotor atau rusak. Untuk menjaga agar tetap bersih dan menghindari kerusakan, mestinya jadwal perawatannya harus dibuat tinggi frekuensinya. Artinya obyek atau alat tersebut harus sering dilakukan perawatan.
3)Berdasarkan rekomendasi dari pabrik pembuat peralatan yang dimiliki laboratorium. Biasanya peralatan laboratorium yang baru dibeli dari pabrik dilengkapi dengan buku manual yang memuat petunjuk operasi dan cara serta jadwal perawatan alat tersebut. Informasi tersebut dapat dipakai sebagai rujukan dalam menyusun jadwal perawatan.
4. Mengelola pekerjaan perawatan laboratorium
Dengan mengacu pada pengertian pengelolaan dan gambaran tentang sumber daya yang dibutuhkan dalam sistem perawatan laboratorium, maka untuk mengelola pekerjaan perawatan laboratorium mencakup kegiatan:
a Merencanakan program perawatan dengan menetapkan obyek apa yang dirawat, jenis pekerjaan perawatan yang dikerjakan, kapan jadwal pelaksanannya, siapa pelaksana, apa bahan dan alat yang digunakan untuk merawat, dan jika perlu berapa biaya yang dibutuhkan.
b Mengorganisir sistem perawatan, menentukan deskripsi pekerjaan perawatan dan mekanisme kerjanya.
c Melaksanakan ( actuating ) program perawatan
d Mengevaluasi dan melaporkan kinerja perawatan
5.Pemeliharaan peralatan laboratorium
Pemeliharaan alat-alat di laboratorium sebenarnya mempunyai andil besar dalam menanggulangi banyaknya kecelakaan kerja di dalam laboratorium. Pemeliharaan alat-alat laboratorium secara berkala dapat mengantisipasi kecelakaan yang timbul secara lebih dini.
Begitu juga dengan kebersihan laboratorium. Biasanya, laboratorium merupakan tempat bertemunya cairan-cairan tubuh manusia yang mengandung beberapa jenis penyakit dari spesimen tersebut, dan tujuan menjaga kebersihan laboratorium ini adalah untuk mencegah bibit-bibit penyakit yang terdapat pada jenis spesimen yang di teliti tertular kepada para pekerja.
Berikut cara-cara yang di lakukan untuk pemeliharaan peralatan laboratorium:
1.Sebelum meninggalkan laboratorium biasakan dalam keadaan bersih terlebih dahulu. Jangan sekali-kali meninggalkan laboratorium dalam keadaan kotor karena dapat menimbulkan bibit-bibit penyakit.
2.Kembalikan alat-alat laboratorium pada tempatnya, seperti bahan-bahan kimia kembalikan pada lemari yang telah tersedia.
3.Bersihkan meja dan lantai laboratorium menggunakan antiseptik agar meja tersebut tetap steril dan bebas dari kuman penyakit.
4.Cucilah dengan bersih semua alat-alat yang telah dipakai seperti tabung reaksi, pipet, kaca preparat, dll agar tetap steril dan siap untuk digunakan kembali.
5.Cepat laporkan pada guru atau pengawas laboratorium jika ada alat yang memerlukan perbaikan.
6.Jangan sekali-kali menggunakan alat laboratorium jika alat tersebut dalam kondisi buruk.
7.Gunakan alat-alat laboratorium tersebut sesuai dengan keperluan agar menjaga kestabilan alat tersebut.
8.Matikan semua alat laboratorium yang terhubung dengan arus listrik jika alat tersebut tidak di gunakan kembali.
Berikut ini adalah panduan yang harus dipatuhi ketika menggunakan alat‐alat praktikum:
• Sebelum menggunakan alat‐alat praktikum, pahami petunjuk penggunaan alat itu.
• Perhatikan dan patuhi peringatan (warning) yang biasa tertera pada badan alat
• Pahami fungsi atau peruntukan alat‐alat praktikum dan gunakanlah alat‐alat tersebut hanya untuk aktivitas yang sesuai fungsi atau peruntukannya. Menggunakan alat praktikum di luar fungsi atau peruntukannya dapat menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan
• Pahami rating dan jangkauan kerja alat‐alat praktikum dan gunakanlah alat‐alat tersebut sesuai rating dan jangkauan kerjanya. Menggunakan alat praktikum di luar rating dan jangkauan kerjanya dapat menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan
• Pastikan seluruh peralatan praktikum yang digunakan aman dari benda/ logam tajam, api/ panas berlebih atau lainnya yang dapat mengakibatkan kerusakan pada alat tersebut
• Tidak melakukan aktifitas yang dapat menyebabkan kotor, coretan, goresan atau sejenisnyapada badan alat‐alat praktikum yang digunakan
Kamis, 05 Mei 2011
anti koagulan
Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan . Jika tes membutuhkan darah atau plasma, spesimen harus dikumpulkan dalam sebuah tabung yang berisi antikoagulan. Spesimen-antikoagulan harus dicampur segera setelah pengambilan spesimen untuk mencegah pembentukan microclot. Pencampuran yang lembut sangat penting untuk mencegah hemolisis.
Ada berbagai jenis antikoagulan, masing-masing digunakan dalam jenis pemeriksaan tertentu.
EDTA ( ethylene diamine tetra acetic acid)
Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium (kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. EDTA memiliki keunggulan disbanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit, apusan darah, dsb.
EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi 1 - 1,5 mg/ml darah. Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi, trombosit membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan ke dalam tabung, segera lakukan pencampuran/homogenisasi dengan cara membolak-balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk menghindari penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah.
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for Standardization in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute).
Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan tutup lavender (purple) atau pink seperti yang diproduksi oleh Becton Dickinson.
Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7 •2 H2O )
Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium. Trisodium sitrat dihidrat 3.2% buffered natrium sitrat (109 mmol/L) direkomendasikan untuk pengujian koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah 1 bagian citrate + 9 bagian darah. Secara komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam bentuk tabung hampa udara dengan tutup berwarna biru terang.
Spesimen harus segera dicampur segera setelah pengambilan untuk mencegah aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolak-balikkan tabung sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena pencampuran yang terlalu kuat dan berkali-kali (lebih dari 5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan mempersingkat waktu pembekuan.
Darah sitrat harus segera dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm dan dianalisa maksimal 2 jam setelah sampling.
Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan erythrocyte sedimentation rate (ESR) atau KED/LED cara Westergreen. Penggunaannya adalah 1 bagian sitrat + 4 bagian darah.
Heparin
Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga macam heparin: ammonium heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Dari ketiga macam heparin tersebut, lithium heparin paling banyak digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion dalam darah.
Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur sel, OFT (osmotic fragility test). Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15IU/mL +/- 2.5IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah. Heparin tidak dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan latar belakang biru.
Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen harus segera dihomogenisasi 6 kali dan dicentrifuge 1300-2000 rpm selama 10 menit kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu maksimal 2 jam setelah sampling.
Oksalat
•Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9 bagian darah. Biasanya digunakan untuk pembuatan adsorb plasma dalam pemeriksaan hemostasis.
•Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada pemeriksaan glukosa. Kalium oksalat berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara menghambat kerja enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar glukosa darah stabil.
Ada berbagai jenis antikoagulan, masing-masing digunakan dalam jenis pemeriksaan tertentu.
EDTA ( ethylene diamine tetra acetic acid)
Umumnya tersedia dalam bentuk garam sodium (natrium) atau potassium (kalium), mencegah koagulasi dengan cara mengikat atau mengkhelasi kalsium. EDTA memiliki keunggulan disbanding dengan antikoagulan yang lain, yaitu tidak mempengaruhi sel-sel darah, sehingga ideal untuk pengujian hematologi, seperti pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, KED, hitung lekosit, hitung trombosit, retikulosit, apusan darah, dsb.
EDTA biasanya digunakan dengan konsentrasi 1 - 1,5 mg/ml darah. Penggunaannya harus tepat. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami koagulasi. Sebaliknya, bila EDTA kelebihan, eritrosit mengalami krenasi, trombosit membesar dan mengalami disintegrasi. Setelah darah dimasukkan ke dalam tabung, segera lakukan pencampuran/homogenisasi dengan cara membolak-balikkan tabung dengan lembut sebanyak 6 kali untuk menghindari penggumpalan trombosit dan pembentukan bekuan darah.
Ada tiga macam EDTA, yaitu dinatrium EDTA (Na2EDTA), dipotassium EDTA (K2EDTA) dan tripotassium EDTA (K3EDTA). Na2EDTA dan K2EDTA biasanya digunakan dalam bentuk kering, sedangkan K3EDTA biasanya digunakan dalam bentuk cair. Dari ketiga jenis EDTA tersebut, K2EDTA adalah yang paling baik dan dianjurkan oleh ICSH (International Council for Standardization in Hematology) dan CLSI (Clinical and Laboratory Standards Institute).
Tabung EDTA tersedia dalam bentuk tabung hampa udara (vacutainer tube) dengan tutup lavender (purple) atau pink seperti yang diproduksi oleh Becton Dickinson.
Trisodium citrate dihidrat (Na3C6H5O7 •2 H2O )
Citrat bekerja dengan mengikat atau mengkhelasi kalsium. Trisodium sitrat dihidrat 3.2% buffered natrium sitrat (109 mmol/L) direkomendasikan untuk pengujian koagulasi dan agregasi trombosit. Penggunaannya adalah 1 bagian citrate + 9 bagian darah. Secara komersial, tabung sitrat dapat dijumpai dalam bentuk tabung hampa udara dengan tutup berwarna biru terang.
Spesimen harus segera dicampur segera setelah pengambilan untuk mencegah aktivasi proses koagulasi dan pembentukan bekuan darah yang menyebabkan hasil tidak valid. Pencampuran dilakukan dengan membolak-balikkan tabung sebanyak 4-5 kali secara lembut, karena pencampuran yang terlalu kuat dan berkali-kali (lebih dari 5 kali) dapat mengaktifkan penggumpalan platelet dan mempersingkat waktu pembekuan.
Darah sitrat harus segera dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm dan dianalisa maksimal 2 jam setelah sampling.
Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan erythrocyte sedimentation rate (ESR) atau KED/LED cara Westergreen. Penggunaannya adalah 1 bagian sitrat + 4 bagian darah.
Heparin
Antikoagulan ini merupakan asam mukopolisacharida yang bekerja dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari prothrombin sehingga menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen. Ada tiga macam heparin: ammonium heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Dari ketiga macam heparin tersebut, lithium heparin paling banyak digunakan sebagai antikoagulan karena tidak mengganggu analisa beberapa macam ion dalam darah.
Heparin banyak digunakan pada analisa kimia darah, enzim, kultur sel, OFT (osmotic fragility test). Konsentrasi dalam penggunaan adalah : 15IU/mL +/- 2.5IU/mL atau 0.1 – 0.2 mg/ml darah. Heparin tidak dianjurkan untuk pemeriksaan apusan darah karena menyebabkan latar belakang biru.
Setelah dimasukkan dalam tabung, spesimen harus segera dihomogenisasi 6 kali dan dicentrifuge 1300-2000 rpm selama 10 menit kemudian plasma siap dianalisa. Darah heparin harus dianalisa dalam waktu maksimal 2 jam setelah sampling.
Oksalat
•Natrium Oksalat (Na2C2O4). Natrium oksalat bekerja dengan cara mengikat kalsium. Penggunaannya 1 bagian oksalat + 9 bagian darah. Biasanya digunakan untuk pembuatan adsorb plasma dalam pemeriksaan hemostasis.
•Kalium Oksalat NaF. Kombinasi ini digunakan pada pemeriksaan glukosa. Kalium oksalat berfungsi sebagai antikoagulan dan NaF berfungsi sebagai antiglikolisis dengan cara menghambat kerja enzim Phosphoenol pyruvate dan urease sehingga kadar glukosa darah stabil.
macam-macam reagen hematologi
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah, dan penyakitnya. Pengujian yang sering dilakukan untuk menyelidiki masalah hematologi terdiri dari : Hitung darah lengkap, film darah, biopsi jaringan tulang.
Reagen untuk pemeriksaan darah rutin
1). Turk (untuk hitung leukosit)
Terdiri dari : 0,5 ml Asam asetat (asam cuka) glasial
1 ml kristal violet 1 %
100 ml Aquadest
Cara kerja :
• Buat larutan kristal violet 1% : 1 gr Kristal violet dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Ke dalam 100 ml aquadest dalam gelas kimia, tambahkan dengan pipet 0,5 ml asam asetat glasial dan 1 ml larutan kristal violet diatas.
2). Hayem ( Untuk hitung eritrosit)
Terdiri dari : 1 gr NaCl (natrium chlorida/sodium chlorida)
0,5 gr HgCl2 (sublimat/mercury chlorida)
5 gr Na2SO4 ( natrium sulfat/sodium sulfat)
200 ml aquadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia 250 ml.
• Tambahkan 200 ml aquadest sedikit demi sedikit, larutkan sampai semua zat terlarut, kemudian tepatkan sampai 200 ml.
3). BCB (untuk hitung retikulosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Brilliant Cressyl Blue
9,9 ml NaCl fisiologis (0,85 – 0,9 %)
Cara Kerja :
• Buat NaCl fisiologis dengan cara menimbang 0,85 gr NaCl dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Timbang 0,1 gr BCB, larutkan dalam 9,9 ml NaCl fisiologis diatas.
4). Reiss Ecker (untuk hitung trombosit)
Terrdiri dari : 3,8 gr Natrium sitrat
0,1 gr BCB
0,2 ml Formalin
100 ml aquadest
Cara kerja :
• Timbang Natrium sitrat dan BCB, masukan kedalam gelas kimia.
• Masukan 100 ml aquadest sedikit-sedikit sampai diaduk sampai semua zat larut.
• Dengan pipet ukur masukan 0,2 ml Formalin.
• Aduk rata, saring sebelum digunakan.
5). HCl 0,1 (untuk Hemoglobin)
Cara Kerja :
• Ukur 1000 ml akuadest, masukan kedalam gelas kimia.
• Pipet (jangan di hisap!) 8,3 ml HCl pekat (12 N) Masukan kedalam akuadest diatas, aduk rata.
• Kerjakan diruang asam.
6). Giemsa & Wright (untuk diff count/macam leukosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Giemsa stain
0,9 gr Wright stain
291 ml methanol (metil alkohol)
9 ml Glycerin (glicerol)
Cara Kerja :
• Timbang Giemsa stain dan Wright stain, masukkan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dalam methanol sedikit demi sedikit.
• Pipet 9 ml glycerol, tambahkan kedalamnya.
• Pindahkan semua larutan dan zat kedalam botol.
• Simpan di waterbath (penagas air) suhu 370C selama 1 bulan 1 jam sebelum digunakan.
Buffer Wright (pH 6,4) untuk mengencerkan.
Terdiri dari : 6,63 gr KH2PO4 (Kalium dihidrogen sulfat)
2,56 gr Na2HPO4 (dinatrium hirogen fosfat)
1000 ml akuadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia
• Larutkan dengan akuadest sedikit-sedikit sampai larut.
7). EDTA 10 % (Untuk anti koagulan)
Cara kerja :
• Timbang 10 gr EDTA (titriplex III), masukan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dengan Akuadest sampai 100ml.
8). Von Dungern (untuk hitung eosinofil)
Terdiri dari : 8 ml Akuadest
1 ml aceton
1 ml eosin 1%
Cara kerja :
• Buat larutan eosin 1% ( timbang 1 gr eosin dilarutkan dengan 100ml akuadest).
• Kedalam gelas kimia, masukan berturut-turut dengan menggunakan pipet, aquadest, aceton, dan larutan eosin.
• Aduk sampai tercampur sempurna, simpan di lemari es.
Reagen untuk pemeriksaan darah rutin
1). Turk (untuk hitung leukosit)
Terdiri dari : 0,5 ml Asam asetat (asam cuka) glasial
1 ml kristal violet 1 %
100 ml Aquadest
Cara kerja :
• Buat larutan kristal violet 1% : 1 gr Kristal violet dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Ke dalam 100 ml aquadest dalam gelas kimia, tambahkan dengan pipet 0,5 ml asam asetat glasial dan 1 ml larutan kristal violet diatas.
2). Hayem ( Untuk hitung eritrosit)
Terdiri dari : 1 gr NaCl (natrium chlorida/sodium chlorida)
0,5 gr HgCl2 (sublimat/mercury chlorida)
5 gr Na2SO4 ( natrium sulfat/sodium sulfat)
200 ml aquadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia 250 ml.
• Tambahkan 200 ml aquadest sedikit demi sedikit, larutkan sampai semua zat terlarut, kemudian tepatkan sampai 200 ml.
3). BCB (untuk hitung retikulosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Brilliant Cressyl Blue
9,9 ml NaCl fisiologis (0,85 – 0,9 %)
Cara Kerja :
• Buat NaCl fisiologis dengan cara menimbang 0,85 gr NaCl dan dilarutkan dalam 100 ml aquadest.
• Timbang 0,1 gr BCB, larutkan dalam 9,9 ml NaCl fisiologis diatas.
4). Reiss Ecker (untuk hitung trombosit)
Terrdiri dari : 3,8 gr Natrium sitrat
0,1 gr BCB
0,2 ml Formalin
100 ml aquadest
Cara kerja :
• Timbang Natrium sitrat dan BCB, masukan kedalam gelas kimia.
• Masukan 100 ml aquadest sedikit-sedikit sampai diaduk sampai semua zat larut.
• Dengan pipet ukur masukan 0,2 ml Formalin.
• Aduk rata, saring sebelum digunakan.
5). HCl 0,1 (untuk Hemoglobin)
Cara Kerja :
• Ukur 1000 ml akuadest, masukan kedalam gelas kimia.
• Pipet (jangan di hisap!) 8,3 ml HCl pekat (12 N) Masukan kedalam akuadest diatas, aduk rata.
• Kerjakan diruang asam.
6). Giemsa & Wright (untuk diff count/macam leukosit)
Terdiri dari : 0,1 gr Giemsa stain
0,9 gr Wright stain
291 ml methanol (metil alkohol)
9 ml Glycerin (glicerol)
Cara Kerja :
• Timbang Giemsa stain dan Wright stain, masukkan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dalam methanol sedikit demi sedikit.
• Pipet 9 ml glycerol, tambahkan kedalamnya.
• Pindahkan semua larutan dan zat kedalam botol.
• Simpan di waterbath (penagas air) suhu 370C selama 1 bulan 1 jam sebelum digunakan.
Buffer Wright (pH 6,4) untuk mengencerkan.
Terdiri dari : 6,63 gr KH2PO4 (Kalium dihidrogen sulfat)
2,56 gr Na2HPO4 (dinatrium hirogen fosfat)
1000 ml akuadest
Cara Kerja :
• Timbang masing-masing zat, masukan kedalam gelas kimia
• Larutkan dengan akuadest sedikit-sedikit sampai larut.
7). EDTA 10 % (Untuk anti koagulan)
Cara kerja :
• Timbang 10 gr EDTA (titriplex III), masukan kedalam gelas kimia.
• Larutkan dengan Akuadest sampai 100ml.
8). Von Dungern (untuk hitung eosinofil)
Terdiri dari : 8 ml Akuadest
1 ml aceton
1 ml eosin 1%
Cara kerja :
• Buat larutan eosin 1% ( timbang 1 gr eosin dilarutkan dengan 100ml akuadest).
• Kedalam gelas kimia, masukan berturut-turut dengan menggunakan pipet, aquadest, aceton, dan larutan eosin.
• Aduk sampai tercampur sempurna, simpan di lemari es.
kanker serviks
A.PENGERTIAN
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina). Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina).
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. Kanker serviks ini merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks.
Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut.
B.PENYEBAB KANKER SERVIKS
Ada beberapa penyebab yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks,antara lain,adalah:
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar dari pada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2.Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3.Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
C.GEJALA KANKER SERVIKS
• Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding).
• Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
• Perdarahan di luar siklus menstruasi.
• Penurunan berat badan drastis.
• Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung
• Juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
• Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
• Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum).
D.PETUMBUHAN KANKER SERVIKS
Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum menjadi keganasan) penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang berhasil mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk mengatasinya.Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal yang akhirnya dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini memakan waktu antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga positif menjadi kanker serviks.
E.PENCEGAHAN KANKER SERVIKS
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan satu-satunya jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Yaitu dengan cara :
• tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti
• rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual
• dan melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual
• dan tentunya memelihara kesehatan tubuh
F.PENGOBATAN KANKER SERVIKS
Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita kanker serviks biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai stadium 3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti kandung kemih, ginjal, dan lainnya.
Karenanya, operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan erapi tambahan, seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.
Selain mealui jalur pengankatan rahim,untuk menyembuhkan kanker serviks bisa di lakukan dengan proses pengobatan radiasi dan kemoterapi tetepi prosedur penyembuhan ini belum bisa memberi jaminan kesembuhan bagi penderita kanker.Jadi, Lebih baik mencegah daripada mengobati.
Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina). Serviks atau leher rahim/mulut rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke liang sanggama (vagina).
Kanker ini 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Berawal terjadi pada leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh penderita. Kanker serviks ini merupakan kanker pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks.
Sekitar 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut.
B.PENYEBAB KANKER SERVIKS
Ada beberapa penyebab yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks,antara lain,adalah:
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar dari pada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2.Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3.Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.
4. Defisiensi zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun
C.GEJALA KANKER SERVIKS
• Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding).
• Keputihan yang berlebihan dan tidak normal.
• Perdarahan di luar siklus menstruasi.
• Penurunan berat badan drastis.
• Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung
• Juga hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
• Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
• Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum).
D.PETUMBUHAN KANKER SERVIKS
Masa preinvasif (pertumbuhan sel-sel abnormal sebelum menjadi keganasan) penyakit ini terbilang cukup lama, sehingga penderita yang berhasil mendeteksinya sejak dini dapat melakukan berbagai langkah untuk mengatasinya.Infeksi menetap akan menyebabkan pertumbuhan sel abnormal yang akhirnya dapat mengarah pada perkembangan kanker. Perkembangan ini memakan waktu antara 5-20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi pra-kanker hingga positif menjadi kanker serviks.
E.PENCEGAHAN KANKER SERVIKS
Meski menempati peringkat tertinggi di antara berbagai jenis penyakit kanker yang menyebabkan kematian, kanker serviks merupakan satu-satunya jenis kanker yang telah diketahui penyebabnya. Karena itu, upaya pencegahannya pun sangat mungkin dilakukan. Yaitu dengan cara :
• tidak berhubungan intim dengan pasangan yang berganti-ganti
• rajin melakukan pap smear setiap dua tahun sekali bagi yang sudah aktif secara seksual
• dan melakukan vaksinasi HPV bagi yang belum pernah melakukan kontak secara seksual
• dan tentunya memelihara kesehatan tubuh
F.PENGOBATAN KANKER SERVIKS
Berhubung tidak mengeluhkan gejala apa pun, penderita kanker serviks biasanya datang ke rumah sakit ketika penyakitnya sudah mencapai stadium 3. Masalahnya, kanker serviks yang sudah mencapai stadium 2 sampai stadium 4 telah mengakibatkan kerusakan pada organ-organ tubuh, seperti kandung kemih, ginjal, dan lainnya.
Karenanya, operasi pengangkatan rahim saja tidak cukup membuat penderita sembuh seperti sedia kala. Selain operasi, penderita masih harus mendapatkan erapi tambahan, seperti radiasi dan kemoterapi. Langkah tersebut sekalipun tidak dapat menjamin 100% penderita mengalami kesembuhan.
Selain mealui jalur pengankatan rahim,untuk menyembuhkan kanker serviks bisa di lakukan dengan proses pengobatan radiasi dan kemoterapi tetepi prosedur penyembuhan ini belum bisa memberi jaminan kesembuhan bagi penderita kanker.Jadi, Lebih baik mencegah daripada mengobati.
pemeriksaan darah vena
PEMERIKSAAN DARAH VENA (VENA MEDIANA CUBITI DAN VENA JUGULARIS SUPERFICIALIS)
Tujuan: untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan kima klinik dan imunoserologi.
Lokasi pengambilan:
• Vena mediana cubiti (dewasa)
• Vena jugularis superficialis
Alat-alat:
• kapas alkohol
• diaspossibel syringe / vacutainer 10cc
• tabung reaksi pyrex 10 cc
• kapas steril
• plester
• ikatan pembendung (torniquet)
Cara kerja:
• bersihkan daerah vena mediana cubiti atau vena jugularis superficialis dengan alkohol 70% dan biarkan hingga mengering.
• pasang ikatan pembendung atau torniquet di atas fossa cubiti,minta pasien untuk mengepalkan dan membuka tangannya beberapa lkali agar pemuluh vena terlihat dengan jelas.Pembendungan vana tidak boleh terlalu kuat.
• Raba-raba dengan jari telunjuk yang sebelumnya telah di basahi dengn alkohol agar steril,raba hingga menemukan vena yang akan di tusuk
• Tegangkan kulit di atas vena dengan tangan kiri aar vena tidak bergerak
• Tusuk kulit dengan jarum atau nald dengan tangan kanan hinga tembus ke pembuluh vena,sekaligus juga minta keada pasien untuk membuka telapak tangannya dengan perlahan-lahan
• Lepasan pembendung setelah pengambilan drah sesuai dengan yang dibutuhkan
• Taruh kapas beralkohol di atas jarum atau nald dan cabut perlahan-lahan
• Mintaakan kepada pasien untuk meekan daerah tusukan setelah pengambilan
• Alirkan darah ke dalan tabung melalui dinding tabung
• Berikan label tanggakl pemeriksan,nama pasien,dan jenis spesimen
• Pengambilan Sampel Darah Vena pada Pasien yang Terpasang Intravena (IV) Lines
Agar dapat diperoleh spesimen darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan peralatan, pemilihan jenis antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan (klik di sini untuk melihat prosedur pengambilan sampel darah).
Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang infus. Jika salah satu lengan terpasang infus, maka pengambilan darah dilakukan pasa lengan yang tidak terpasang infus. Jika kedua lengan terpasang infus, lakukan pengambilan pada vena kaki. Lalu bagaimana jika seluruh akses vena tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel darah? Berikut ini adalah teknik pengambilan sampel darah pada pasien yang terpasang infus atau IV-lines (contoh kasus pasien luka bakar di atas 70%).
Aternatif 1
Jika memungkinkan, lakukan pengambilan darah pada lengan yang tidak terpasang infus.
Alternatif 2
Jika tidak memungkinkan, lakukan pengambilan sampel darah di daerah kaki.
Alternatif 3
Jika tidak ada akses vena di tempat lain, lakukan pengambilan sampel darah pada lengan yang terpasang infus dengan cara :
1. Mintalah perawat untuk menghentikan aliran infus selama minimal 2 menit sebelum pengambilan.
2. Pasang tourniquet pada bagian sebelah bawah jarum infus.
3. Lakukan pengambilan sampel darah pada vena yang berbeda dari yang terpasang infus atau di bagian bawah vena yang terpasang infus.
4. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
5. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Alternatif 4
Jika hanya ada satu saja akses vena di tempat yang terpasang infus, maka :
6. Hentikan aliran infus seperti cara di atas
7. Keluarkan darah dari vena tersebut, buang 2-5 ml pertama, dan tampung aliran sampel darah selanjutnya dalam tabung.
8. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
9. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Perhatian : Pemilihan alternatif 3 dan 4 harus dengan ijin dan pengawasan dokter. Phlebotomis dapat bekerjasama dengan perawat untuk prosedur pengambilan ini.
Tujuan: untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa anti koagulan yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan kima klinik dan imunoserologi.
Lokasi pengambilan:
• Vena mediana cubiti (dewasa)
• Vena jugularis superficialis
Alat-alat:
• kapas alkohol
• diaspossibel syringe / vacutainer 10cc
• tabung reaksi pyrex 10 cc
• kapas steril
• plester
• ikatan pembendung (torniquet)
Cara kerja:
• bersihkan daerah vena mediana cubiti atau vena jugularis superficialis dengan alkohol 70% dan biarkan hingga mengering.
• pasang ikatan pembendung atau torniquet di atas fossa cubiti,minta pasien untuk mengepalkan dan membuka tangannya beberapa lkali agar pemuluh vena terlihat dengan jelas.Pembendungan vana tidak boleh terlalu kuat.
• Raba-raba dengan jari telunjuk yang sebelumnya telah di basahi dengn alkohol agar steril,raba hingga menemukan vena yang akan di tusuk
• Tegangkan kulit di atas vena dengan tangan kiri aar vena tidak bergerak
• Tusuk kulit dengan jarum atau nald dengan tangan kanan hinga tembus ke pembuluh vena,sekaligus juga minta keada pasien untuk membuka telapak tangannya dengan perlahan-lahan
• Lepasan pembendung setelah pengambilan drah sesuai dengan yang dibutuhkan
• Taruh kapas beralkohol di atas jarum atau nald dan cabut perlahan-lahan
• Mintaakan kepada pasien untuk meekan daerah tusukan setelah pengambilan
• Alirkan darah ke dalan tabung melalui dinding tabung
• Berikan label tanggakl pemeriksan,nama pasien,dan jenis spesimen
• Pengambilan Sampel Darah Vena pada Pasien yang Terpasang Intravena (IV) Lines
Agar dapat diperoleh spesimen darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan peralatan, pemilihan jenis antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan (klik di sini untuk melihat prosedur pengambilan sampel darah).
Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang infus. Jika salah satu lengan terpasang infus, maka pengambilan darah dilakukan pasa lengan yang tidak terpasang infus. Jika kedua lengan terpasang infus, lakukan pengambilan pada vena kaki. Lalu bagaimana jika seluruh akses vena tidak memungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel darah? Berikut ini adalah teknik pengambilan sampel darah pada pasien yang terpasang infus atau IV-lines (contoh kasus pasien luka bakar di atas 70%).
Aternatif 1
Jika memungkinkan, lakukan pengambilan darah pada lengan yang tidak terpasang infus.
Alternatif 2
Jika tidak memungkinkan, lakukan pengambilan sampel darah di daerah kaki.
Alternatif 3
Jika tidak ada akses vena di tempat lain, lakukan pengambilan sampel darah pada lengan yang terpasang infus dengan cara :
1. Mintalah perawat untuk menghentikan aliran infus selama minimal 2 menit sebelum pengambilan.
2. Pasang tourniquet pada bagian sebelah bawah jarum infus.
3. Lakukan pengambilan sampel darah pada vena yang berbeda dari yang terpasang infus atau di bagian bawah vena yang terpasang infus.
4. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
5. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Alternatif 4
Jika hanya ada satu saja akses vena di tempat yang terpasang infus, maka :
6. Hentikan aliran infus seperti cara di atas
7. Keluarkan darah dari vena tersebut, buang 2-5 ml pertama, dan tampung aliran sampel darah selanjutnya dalam tabung.
8. Mintalah perawat untuk me-restart infus setelah spesimen dikumpulkan.
9. Buatlah catatan bahwa spesimen dikumpulkan dari lengan yang terpasangi infus beserta jenis cairan infus yang diberikan. Tulislah informasi ini pada lembar permintaan lab.
Perhatian : Pemilihan alternatif 3 dan 4 harus dengan ijin dan pengawasan dokter. Phlebotomis dapat bekerjasama dengan perawat untuk prosedur pengambilan ini.
Langganan:
Postingan (Atom)